Harga Bitcoin Rebound ke US$56.000, Analis Percaya Aksi Jual Mulai Berakhir

Dilla Fauziyah

7th August, 2024

Setelah mengalami penurunan signifikan di bawah US$50.000 akibat aksi jual besar-besaran pada 5 Agustus, Bitcoin menunjukkan tanda-tanda pemulihan dengan rebound di atas level US$56.000. Para analis kripto kini percaya bahwa aksi penjualan Bitcoin hampir berakhir, dengan tingkat seller exhaustion atau kelelahan penjual BTC yang telah mencapai puncaknya.

Dalam sebuah postingan di X, analis kripto Rekt Capital menyatakan bahwa “volume sisi jual telah mencapai dan bahkan secara dramatis melampaui level kelelahan penjual yang terlihat pada pembalikan harga sebelumnya ke atas.”

“Faktanya, Bitcoin belum pernah melihat volume sisi jual seperti ini sejak Halving pada pertengahan April 2024,” tulisnya.

Rekt Capital juga menyarankan bahwa Bitcoin dapat rebound hingga setinggi US$62.550 dalam jangka pendek karena kini tampaknya mulai mengisi CME Gap, yakni selisih antara harga penutupan Bitcoin di Chicago Mercantile Exchange (CME) dan harga pembukaannya saat perdagangan dilanjutkan. 

Dengan seller exhaustion yang berada pada puncaknya, ada kemungkinan bahwa Bitcoin telah menemukan titik terendah dan ini bisa menjadi koreksi terakhir sebelum tren naik dimulai. 

Analis veteran kripto, Peter Brandt, mengungkapkan bahwa penurunan Bitcoin sejak Halving tahun ini dapat berarti Bitcoin kini telah mencapai penurunan harga yang serupa dengan yang terjadi selama siklus bull market pada tahun 2015 hingga 2017.

Baca juga: Analis Prediksi Harga Terendah Bitcoin Dapat Sentuh US$45.000

Risiko Pasar Meningkat Seiring Melemahnya Yen Jepang

Risiko di pasar saham dan kripto meningkat saat yen Jepang kehilangan kekuatannya terhadap dolar AS, karena Bank Sentral Jepang memutuskan untuk meningkatkan suku bunga menjadi 0,25%.

Dalam sebuah utas di X pada 5 Agustus, The Kobeissi Letter menyalahkan carry trade yen Jepang yang melemah. Ini merupakan praktik meminjam uang dengan suku bunga hampir nol di Jepang, lalu menginvestasikannya ke aset dengan hasil yang lebih tinggi.

Kobeissi juga mencatat bahwa indeks volatilitas VIX telah mencapai level yang sama selama krisis keuangan global 2008 dan kejatuhan pasar selama COVID-19 pada Maret 2020. 

Pernyataan tersebut selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Founder Capriole Investments, Charles Edwards, yang juga mengatakan bahwa situasi pasar saat ini menunjukkan kemiripan dengan awal tahun 2020.

“Saham dinilai terlalu tinggi, risiko resesi meningkat, pengangguran meningkat, dan pasar global yang berkorelasi tajam bergerak turun. Pada titik tertentu, Federal Reserve akan turun tangan, kemungkinan dengan penurunan suku bunga lebih awal dan mungkin juga likuiditas. Tapi kapan? Sampai saat itu, perkirakan SEMUA pasar akan berkorelasi,” tulis Edwards dalam postingan di X.

Pada hari yang sama, terdapat berbagai laporan bahwa The Fed sedang mempertimbangkan untuk mengadakan pertemuan darurat guna mengevaluasi situasi pasar yang terjadi saat ini.

Baca juga: Analis Sebut Harga Bitcoin Masih Bisa Turun ke US$50.000

Dilla Fauziyah

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.