3 Negara dengan Adopsi Kripto Global Terdepan

Dilla Fauziyah

2nd September, 2024

Perkembangan pesat industri kripto dan teknologi blockchain telah menarik perhatian dunia, di mana beberapa negara bersaing untuk menjadi yang terdepan dalam adopsi kripto.

Henley & Partners, melalui studi bertajuk Henley Crypto Adoption Index 2024, telah mengukur dan mengurutkan negara-negara yang ramah terhadap kripto, khususnya yang memiliki program migrasi investasi. Indeks ini mengevaluasi berbagai negara berdasarkan tingkat adopsi publik, infrastruktur, inovasi teknologi, regulasi, faktor ekonomi, serta insentif pajak.

Penelitian ini dilakukan dari Juli hingga Agustus 2024 dan melibatkan 23 negara dengan program migrasi investasi. Dari hasil penelitian tersebut, setidaknya terdapat tiga negara yang paling menonjol menonjol dalam adopsi kripto. 

Simak pembahasannya berikut ini.

Baca juga: Studi Ungkap Investor Kripto Cenderung Punya Kepribadian Negatif

Singapura

Singapura berhasil menduduki peringkat pertama dalam Henley Crypto Adoption Index 2024 dengan skor 45,7. Negara ini unggul dalam membangun ekosistem keuangan, bisnis, dan regulasi yang mendukung adopsi kripto. Dukungan dari sistem perbankan yang kuat, investasi besar-besaran, serta regulasi komprehensif seperti Undang-Undang Layanan Pembayaran Digital menjadi faktor utama keberhasilan ini.

Selain itu, Singapura juga memimpin dalam pengembangan regulatory sandbox seperti Project Orchid dan Project Guardian, yang bertujuan untuk menguji manfaat tokenisasi. Ini mendorong adopsi teknologi kripto oleh lembaga keuangan besar, seperti DBS Bank yang mulai mengadopsi token treasury berbasis blockchain serta memanfaatkan hibah pemerintah berbasis blockchain.

Baca juga: Bank Swasta Terbesar di Singapura Uji Coba Token Treasury

Hong Kong

Hong Kong menempati posisi kedua dengan skor 42,1. Wilayah ini berhasil menciptakan lingkungan yang mendorong pertumbuhan industri kripto, didukung oleh minat publik yang besar, penerimaan luas di sektor keuangan dan teknologi, serta infrastruktur digital yang canggih. Hal ini membuat penggunaan dan investasi dalam kripto menjadi lebih mudah dan luas di Hong Kong.

Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) juga aktif dalam pengembangan regulatory sandbox, seperti Project Ensemble yang diluncurkan pada 28 Agustus 2024. Proyek ini mengkaji sistem penyelesaian antar bank menggunakan mata uang digital bank sentral (CBDC) dan tokenisasi aset dunia nyata (RWA).

Baca juga: Legislator Hong Kong Usulkan Bitcoin Jadi Cadangan Negara

Uni Emirat Arab (UEA)

UEA menempati posisi ketiga dengan skor 41,8. Dalam hal insentif pajak, UEA bahkan melampaui Singapura dan Hong Kong. Negara ini juga mencatatkan skor tinggi dalam faktor ekonomi, inovasi, dan teknologi. 

Adapun sebagian besar populasi UEA memiliki aset kripto, yang didukung oleh ekosistem startup yang berkembang serta dukungan kuat dari pemerintah, sejalan dengan antusiasme masyarakatnya terhadap teknologi kripto.

Selain ketiga negara tersebut, Amerika Serikat dan Inggris menempati peringkat keempat dan kelima, sementara negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Thailand berada di posisi 10 besar. Sayangnya, Indonesia belum masuk dalam daftar ini.

Baca juga: Dubai Akui Kripto untuk Bayar Gaji Pegawai

Dilla Fauziyah

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.