Penerimaan Pajak Kripto Indonesia Tembus Rp1,55 Triliun hingga Juli 2025

Dilla Fauziyah

29th August, 2025

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan bahwa penerimaan pajak dari transaksi aset kripto telah mencapai Rp1,55 triliun hingga Juli 2025. Angka tersebut merupakan akumulasi setoran sejak aturan pajak kripto mulai diberlakukan pada 2022.

Menurut laporan Pajak.com pada Jumat (29/8/2025), penerimaan pajak kripto tercatat sebesar Rp246,45 miliar pada 2022, kemudian turun tipis menjadi Rp220,83 miliar pada 2023. Namun, kontribusinya melonjak signifikan pada 2024 hingga Rp620,4 miliar. Tren positif ini berlanjut di 2025 dengan realisasi Rp462,67 miliar hanya dalam tujuh bulan pertama.

Dari total penerimaan tersebut, Rp730,41 miliar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi aset kripto, sementara Rp819,94 miliar lainnya disumbang oleh Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menegaskan bahwa sektor ekonomi digital, termasuk kripto, semakin memperlihatkan kontribusi pajak yang kuat.

“Kontribusi pajak dari sektor ekonomi digital menunjukkan tren positif, baik dari PPN PMSE, pajak kripto, pajak fintech, maupun pajak SIPP. Hal ini tidak hanya memperkuat ruang fiskal negara, tetapi juga menciptakan level playing field antara pelaku usaha konvensional dan digital,” jelasnya, seperti dikutip dari Pajak.com.

Baca juga: Aturan Baru Pajak Kripto RI Berlaku Agustus 2025, Ini Rinciannya

Aturan Baru Pajak Kripto

Per 1 Agustus 2025, pemerintah Indonesia resmi menetapkan perubahan besar dalam mekanisme perpajakan kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Dalam aturan baru ini, PPN atas transaksi kripto resmi dihapus. Namun, sebagai gantinya, tarif PPh atas penghasilan dari transaksi kripto dinaikkan signifikan dan akan berlaku penuh mulai tahun pajak 2026.

PMK 50/2025 menetapkan bahwa setiap pihak yang memperoleh penghasilan dari kegiatan kripto dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,21%. Ketentuan ini berlaku bagi penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), hingga penambang aset kripto. Angka tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibanding aturan sebelumnya di PMK 68/2022 yang hanya menetapkan tarif 0,1% untuk transaksi di platform berizin Bappebti.

Adapun, kebijakan ini menjadi bagian dari transisi status kripto di Indonesia yang semula dikategorikan sebagai komoditas menjadi instrumen keuangan digital. Pergeseran tersebut sejalan dengan peralihan kewenangan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2025.

Baca juga: ABI Imbau Masyarakat Verifikasi Legalitas Kripto Lewat Daftar Resmi OJK

Transaksi Kripto Terus Tumbuh

Di luar aspek pajak, ekosistem perdagangan aset kripto dalam negeri juga menunjukkan perkembangan pesat. Nilai transaksi kripto pada Juni 2025 tercatat Rp32,31 triliun, sehingga mendorong total transaksi aset kripto sepanjang tahun berjalan (YTD) mencapai Rp224,11 triliun.

Jumlah pengguna kripto juga terus menunjukkan pertumbuhan. Pada Juni 2025, konsumen tercatat sebanyak 15,85 juta, naik 5,18% dibandingkan Mei 2025 yang berjumlah 15,07 juta. Adapun hingga saat ini terdapat 1.181 aset kripto yang sah diperdagangkan secara legal di Indonesia.

Baca juga: OJK Catat Nilai Transaksi Kripto Indonesia Turun 34 Persen pada Juni 2025


Dilla Fauziyah

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.