Aset Kripto Berpotensi Ciptakan 1,2 Juta Lapangan Kerja di Indonesia
9th October, 2025
Kajian terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mengungkapkan bahwa aktivitas perdagangan aset kripto di Indonesia, baik di platform berizin maupun tidak berizin, berpotensi besar menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
Mengutip laporan Tempo pada Rabu (8/10/2025), peneliti LPEM UI, Prani Sastiono, menjelaskan bahwa transaksi aset kripto di platform legal pada 2024 telah berkontribusi terhadap penciptaan sekitar 333 ribu tenaga kerja dengan nilai tambah bruto (PDB) sebesar Rp70,04 triliun, atau setara 0,23% dari total angkatan kerja nasional.
Ia menambahkan, apabila transaksi di platform ilegal dialihkan ke platform berizin, dampak ekonominya akan melonjak signifikan. LPEM UI memperkirakan perdagangan aset kripto bisa menyumbang nilai ekonomi antara Rp189,46 triliun hingga Rp260,36 triliun.
“Hal ini disertai dengan penciptaan 892 ribu sampai 1,22 juta kesempatan kerja,” katanya dalam Diseminasi Kajian tentang Kontribusi Ekonomi Kripto terhadap Perekonomian Indonesia di Kampus UI, Salemba, Jakarta.
Baca juga: Industri Soroti Potensi Kripto Jadi Alat Pembayaran Resmi di Indonesia
Dampak Ekonomi Kripto Tergantung pada Penyaluran ke Sektor Riil
Menurut Prani, manfaat ekonomi dari perdagangan kripto baru akan terasa jika keuntungan yang diperoleh masyarakat tidak berhenti di sektor digital semata. Potensi tersebut hanya bisa diwujudkan ketika dana hasil perdagangan kripto dialirkan ke aktivitas produktif di dalam negeri.
“Dampak terhadap perputaran ekonomi nyata jika dan hanya jika dana yang dihasilkan dikonsumsi dan diinvestasikan secara domestik,” katanya.
Riset yang dilakukan LPEM UI pada Mei–Juni 2025 ini melibatkan 1.277 responden pengguna aset kripto dari berbagai daerah di Indonesia. Mayoritas responden berdomisili di Pulau Jawa dengan pendapatan di bawah Rp8 juta per bulan. Penelitian menggunakan metode computer assisted web interviewing melalui survei daring, dengan margin of error sekitar 2,8% pada tingkat keyakinan 95%.
Selain survei, tim peneliti juga melakukan wawancara mendalam dan diskusi terfokus dengan pemain kripto serta asosiasi industri. Hasilnya, sekitar 60% responden pemain kripto yang rata-rata mengantongi laba Rp2 juta per tahun mengalokasikan kembali keuntungan mereka ke instrumen keuangan konvensional seperti saham, logam mulia, dan reksa dana. Sebagian lainnya menggunakan laba tersebut untuk membuka usaha baru atau memenuhi kebutuhan pokok.
Menariknya, temuan LPEM UI juga menunjukkan perubahan persepsi masyarakat terhadap aset kripto. Sebagian besar responden menganggap kripto bukan sekadar alat spekulasi, melainkan sarana investasi jangka panjang. Mayoritas responden atau 82% menganggap aset kripto sebagai instrumen investasi jangka panjang, sedangkan 62% lainnya memanfaatkannya untuk aktivitas jual-beli jangka pendek.
Lebih lanjut, Prani mengatakan bahwa perdagangan aset kripto di Indonesia terus berkembang pesat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai transaksi kripto meningkat dari Rp149 triliun pada 2023 menjadi Rp650 triliun pada 2024. Menurutnya, tren ini memperlihatkan bahwa aset kripto mulai berperan penting dalam mendorong inklusi keuangan nasional.
Prani menyimpulkan, aset kripto menjadi salah satu solusi atas rendahnya inklusi keuangan di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap instrumen investasi konvensional.
Baca juga: CEO CFX: Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Kripto Global