Ketua Aspakrindo Ungkap Kemajuan Bursa Kripto Selama Agustus

Anggita Hutami

20th September, 2023


Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Robby Bun, melihat ekosistem perdagangan aset kripto di Indonesia semakin matang, terutama dengan hadirnya bursa kripto yang memberikan jaminan keamanan bagi nasabah. Namun, pelaku industri dihadapi dengan tantangan terkait biaya tambahan transaksi kripto.

Baca Juga: Mendag Resmikan Bursa Kripto, Catat 3 Poin Penting Ini!

Kemajuan Bursa Kripto Selama Agustus

Sejak diresmikan pada Agustus 2023, bursa kripto telah mencatatkan sejumlah kemajuan dalam masa pra-operasionalnya.

Saat ini, bursa kripto dalam tahap melakukan verifikasi terhadap exchange kripto yang telah mendaftar sebagai anggota bursa. Dari total 32 calon pedagang yang terdaftar di Bappebti, hanya 27 calon pedagang yang telah bergabung menjadi anggota bursa kripto.

Selain itu, mulai tanggal 1 September, para exchange kripto di Indonesia telah memulai uji coba pelaporan data secara real-time kepada kliring dan lembaga penyimpanan (depository).

Ketua Aspakrindo, Robby Bun (tengah) di acara media clinic Reku.

“Uji coba untuk melakukan pelaporan transaksi secara real-time sudah dilakukan sejak 1 September. Proses pendaftaran itu saja sudah cukup memakan waktu. Belum lagi dari sisi pelaporan. Ini semua dilakukan beriringan bersamaan dengan pelaporan data transaksi harian dan sudah berjalan,” ungkap Ketua Aspakrindo, Robby Bun, dalam acara Media Clinic yang diselenggarakan oleh AC Ventures dan Reku pada Selasa (19/9).

Biaya Transaksi Kripto Resmi Naik

Kehadiran bursa kripto ini juga menyebabkan adanya tambahan biaya transaksi sebesar 0,02%. Adanya biaya transaksi tambahan ini pun menimbulkan masalah baru, karena dikhawatirkan akan membuat banyak pelanggan yang beralih ke exchange luar negeri untuk bertransaksi.

Menjawab masalah itu, Robby menyarankan tetap lebih baik masyarakat melakukan transaksi kripto melalui exchange yang sudah terdaftar di Bappebti, karena lebih aman dan justru lebih murah.

Jika ditelisik biaya transaksi kripto di exchange luar negeri pada akhirnya lebih mahal ketika di-withdraw menjadi rupiah di exchange lokal karena dikenakan pajak ganda, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,22% dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,2%.

Tanggapan Pelaku Industri Exchange Kripto

Chief Operating Officer (COO) Reku, Jesse Choi, yang turut hadir di acara tersebut juga ikut menggarisbawahi tingginya biaya dan pajak yang dikenakan pada transaksi kripto di Indonesia. Maka dari itu, Reku berkomitmen untuk memberikan biaya transaksi yang paling kompetitif dibandingkan dengan exchange lainnya.

Reku hanya mengenakan biaya perdagangan sebesar 0,1% ditambah PPN 0,11%. Tidak ada biaya penarikan (withdraw), hanya biaya admin bank yang mungkin dikenakan saat melakukan penarikan dari kripto ke mata uang fiat.

“Sesuatu yang kami pertahankan dalam persaingan adalah seputar biaya transaksi, nilai platform kami. Salah satu manfaat menggunakan kami sebagai platform adalah bahwa saat ini kami memiliki struktur biaya yang paling kompetitif dibandingkan dengan bursa lainnya. Jadi, ini adalah sesuatu yang sangat kami pedulikan, memberikan nilai yang tepat,” ungkap COO of Reku, Jesse Choi, dalam wawancara eksklusif acara Media Clinic pada Selasa (19/9).

Di samping itu, Jesse juga menekankan bahwa strategi utama untuk mempertahankan pengguna di Reku adalah dengan menyediakan aset kripto yang memiliki kualitas dan daya tarik yang tinggi.

“Kami sangat cepat dalam mencantumkan banyak koin yang kami anggap sangat menarik. Memberikan akses cepat kepada aset yang tepat adalah sesuatu yang kami pedulikan,” ungkapnya.

Baca Juga: Exchange Kripto Reku Resmi Dapat Persetujuan Staking dari BAPPEBTI

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.