Hukum Trading Crypto Futures dalam Islam

Anggita Hutami

24th March, 2023

Bagaimana hukum trading aset kripto di pasar berjangka atau futures menurut islam?


Status halal dan haram aset kripto di Indonesia telah memiliki kejelasan. Melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) diputuskan, bahwa penggunaan kripto sebagai mata uang adalah haram (11/11/21).

Menurut MUI, kripto mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan peraturan Bank Indonesia dan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011.

Baca Juga: Gharar, Dharar dan Qimar, Alasan MUI Haramkan Crypto Sebagai Alat Tukar

Selain itu, kripto juga tidak sah diperjualbelikan sebagai komoditas atau aset digital karena mengandung gharar, dharar, dan qimar serta tidak memenuhi syarat sebagai sil’ah secara syar’i.

Namun, jika kripto memenuhi syarat sebagai sil’ah (barang) dan memiliki underlying serta manfaat yang jelas, maka hukumnya sah untuk diperjualbelikan.

Jika aset kripto telah memiliki status haram dan halal yang cukup jelas sebagai mata uang dan komoditas, bagaimana hukum perdagangan aset kripto di pasar berjangka atau futures menurut islam?

Trading Futures Kripto Menurut Syariat Islam

Perdagangan futures atau berjangka aset kripto adalah perdagangan dengan membeli atau menjual kontrak berjangka untuk aset kripto, misalnya Bitcoin.

Dengan perdagangan kontrak, trader dapat berspekulasi tentang harga mata uang kripto di masa depan. Trading futures ini termasuk memiliki risiko tinggi.

Dalam perdagangan futures market sesuai syariat islam, dikenal istilah akad ba’i urbun. Akad ba’i urbun adalah mekanisme jual beli yang disertai dengan pemberian uang muka atau jaminan (urbun) dari pembeli kepada penjual.

Jika barang yang dibeli tidak dapat dipenuhi oleh penjual, maka uang muka atau jaminan dapat dikembalikan sebagai ganti rugi. Ulama yang melarang akad ini adalah kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Syafiiyah. Akad ini dibolehkan menurut kalangan Hanabilah.

Menurut peneliti dari Nahdatul Ulama (NU) Center PWNU Jawa Timur, Muhammad Syamsudin, melalui posting blog berjudul Hukum Jual Beli Aset Kripto di Futures Market, mekanisme perdagangan kripto di pasar berjangka tidak memenuhi syarat akad ba’i urbun.

Perdagangan kripto masuk ke dalam praktik riba’l fadli dan terdapat unsur maysir. Praktik riba’l fadli adalah bentuk bunga yang terjadi karena ketidakseimbangan pertukaran barang secara kontan.

Dalam konteks perdagangan aset kripto di pasar berjangka, praktik riba’l fadli terjadi ketika uang yang diposisikan trader tidak dapat dihargai sesuai harga aset kripto ketika jatuh tempo.

Sedangkan unsur maisir merujuk pada unsur perjudian. Dalam konteks perdagangan kripto, investor ritel hanya memiliki satu opsi yaitu menjual saat jatuh tempo, tanpa jaminan keuntungan atau kerugian, dan didasarkan pada spekulasi semata.

Sementara itu, menurut penelitian Rifki Zulkarnain (2018) bertajuk Perdagangan Futures pada Platform Binance dalam Perspektif Hukum Islam, didapatkan hasil, perdagangan futures di platform tersebut mengandung unsur gharar dan masyir, sehingga diharamkan.

Hal tersebut disebabkan karena terdapat spekulasi tinggi dan bersifat “untung-untungan”. Dalam penelitian itu juga disebutkan, setiap perdagangan futures akan menyebabkan salah satu pihak merugi. Sehingga terlalu banyak mudharat dibandingkan mashlahahnya.

Baca Juga: IMF Sebut CBDC Riba, Ini Penjelasan Rupiah Digital Menurut Islam

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.