Bitcoin Tembus Rekor Tertinggi Sepanjang Masa di Atas US$125.000

Dilla Fauziyah

5th October, 2025

Bitcoin (BTC), aset kripto terbesar di dunia, kembali mencatatkan tonggak bersejarah dengan menembus rekor tertinggi sepanjang masa di atas US$125.000 atau di atas Rp2 miliar. Reli ini terjadi di tengah gejolak politik Amerika Serikat akibat government shutdown yang terus berlanjut dan meningkatnya permintaan terhadap aset lindung nilai.

Menurut data CoinMarketCap pada Minggu siang (5/10/2025), harga Bitcoin naik dari US$121.500 ke puncak baru di US$125.600, mencatat kenaikan lebih dari 2% dalam 24 jam terakhir. Hingga artikel ini ditulis, BTC masih bertahan di kisaran US$125.140 dengan kapitalisasi pasar mencapai rekor tertinggi di US$2,5 triliun.

Grafik harian BTC/USD. Sumber: CoinMarketCap

Baca juga: JPMorgan Soroti Peluang Bitcoin Tembus US$165.000 Akhir Tahun Ini

Momentum di Tengah Ketidakpastian Politik AS

Reli ini terjadi di tengah kondisi shutdown pemerintah AS yang memperpanjang ketidakpastian pasar. Ini sejalan dengan tren investor yang beralih ke aset alternatif saat kepercayaan terhadap institusi tradisional melemah. Mengutip laporan CoinDesk, Noelle Acheson, penulis Crypto Is Macro Now, menyebut bahwa kondisi makro saat ini semakin memperkuat daya tarik Bitcoin.

“Selain meningkatnya risiko geopolitik dan inflasi AS yang sulit ditekan, lonjakan utang global juga memperburuk kekhawatiran terhadap nilai mata uang. Apa yang baik untuk emas, juga baik untuk Bitcoin, terutama karena alokasinya masih sangat kecil di portofolio institusional,” ujarnya.

Acheson juga menyoroti bahwa dukungan likuiditas global yang meningkat, melalui pemangkasan suku bunga, yield curve control, hingga potensi ekspansi moneter, akan turut mengalir ke aset berisiko tinggi seperti Bitcoin.

Baca juga: Bitcoin Reli ke US$119.000 di Tengah Krisis Shutdown AS

Lonjakan Permintaan ETF Bitcoin

Reli harga BTC juga diperkuat oleh tingginya arus masuk ke produk ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat. Berdasarkan data SoSoValue, pekan lalu ETF berbasis Bitcoin mencatat arus dana masuk bersih sebesar US$3,24 miliar, menjadi arus masuk terbesar kedua dalam sejarah.

Total arus dana mingguan produk ETF Bitcoin spot di AS. Sumber: SoSoValue

Tren ini menunjukkan meningkatnya minat investor institusional terhadap Bitcoin sebagai aset lindung nilai modern di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Menariknya, di balik lonjakan harga, jumlah Bitcoin yang tersimpan di exchange terpusat (CEX) turun tajam ke titik terendah enam tahun. Data Glassnode mencatat total saldo Bitcoin di exchange kini hanya sekitar 2,83 juta BTC, level terendah sejak Juni 2019 ketika harga masih di sekitar US$8.000.

Sementara data CryptoQuant melaporkan angka yang lebih rendah yakni 2,45 juta BTC, menandai titik terendah dalam tujuh tahun terakhir. Selama dua minggu terakhir, lebih dari 114.000 BTC senilai lebih dari US$14 miliar telah ditarik dari exchange ke wallet pribadi atau lembaga kustodian, menandakan pergeseran menuju penyimpanan jangka panjang atau long-term holding (LTH).

Ketika Bitcoin keluar dari exchange menuju penyimpanan mandiri, hal itu menandakan berkurangnya pasokan siap jual di pasar. Artinya, tekanan jual semakin rendah, sementara permintaan tetap tinggi.

Analis kripto Rekt Capital memperkirakan, jika Bitcoin mampu menembus level US$126.500 secara meyakinkan, peluang kenaikan harga berikutnya bisa terjadi dengan cepat.

Baca juga: Bitcoin Naik ke US$121.000, Didorong Dua Katalis Utama

Dilla Fauziyah

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.