Bitcoin Jatuh ke US$112.000, Ini Penyebabnya

Dilla Fauziyah

20th August, 2025

Bitcoin (BTC), aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia, kembali melemah tajam hingga menembus level US$112.000. Level ini menjadi yang terendah dalam lebih dari dua minggu terakhir.

Berdasarkan data CoinMarketCap pada Rabu (20/8/2025), harga BTC turun dari US$116.500 ke titik terendah harian di US$112.570. Dalam 24 jam terakhir, penurunannya mencapai lebih dari 2%. Saat artikel ini ditulis, Bitcoin sempat rebound tipis ke US$112.980, dengan kapitalisasi pasar yang menyusut menjadi US$2,2 triliun.

Grafik harian BTC. Sumber: CoinMarketCap

Koreksi Bitcoin juga menyeret aset kripto utama lainnya. Ethereum (ETH) jatuh ke kisaran US$4.100 setelah turun lebih dari 4%, sementara XRP anjlok sekitar 5%. Aset kripto lain yang terkoreksi cukup dalam antara lain Dogecoin (DOGE) -6%, Cardano (ADA) -8%, Chainlink (LINK) -6%, Polygon (POL) -9%, dan Monero (XMR) -6%. Secara keseluruhan, kapitalisasi pasar kripto global turun 3% menjadi sekitar US$3,8 triliun.

Tekanan besar ini memicu gelombang likuidasi posisi di pasar derivatif. Total kerugian dari posisi long tercatat mencapai US$464 juta, dari total likuidasi keseluruhan sebesar US$535 juta dalam 24 jam terakhir.

Total likuidasi kripto harian. Sumber: CoinGlass

Baca juga: Koreksi Pasar Kripto Sebabkan Likuidasi Rp16,5 Triliun dalam Sehari

Tekanan dari Isu Regulasi dan Korporasi

Aksi jual Bitcoin semakin deras setelah laporan yang menyebutkan bahwa Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat tengah menyelidiki dugaan penipuan dan manipulasi saham di Alt5 Sigma. Perusahaan ini sebelumnya menjalin kerja sama senilai US$1,5 miliar dengan World Liberty Financial, platform keuangan yang mencantumkan nama Donald Trump sebagai “co-founder emeritus”.

World Liberty diketahui telah menggalang sekitar US$550 juta dari dua penawaran token publik dengan klaim sebagai platform DeFi dan stablecoin. Pada Juni lalu, Donald Trump melaporkan pendapatan sebesar US$57,4 juta dari kepemilikannya di World Liberty, sementara Eric Trump dijadwalkan masuk ke jajaran dewan Alt5 Sigma.

Selain faktor regulasi, tekanan juga datang dari pasar saham teknologi. Indeks Nasdaq 100 terkoreksi 1,5% setelah laporan MIT NANDA mengungkap bahwa 95% perusahaan gagal mencatat pertumbuhan pendapatan signifikan dari uji coba kecerdasan buatan (AI). Penelitian ini mencakup 150 wawancara dengan perusahaan serta 300 implementasi publik AI.

Dari sisi makroekonomi, sentimen pasar semakin tertekan setelah Amerika Serikat resmi memberlakukan tarif impor baru hingga 50% terhadap 407 produk berbasis aluminium dan baja, termasuk komponen otomotif, plastik, dan bahan kimia khusus. Kebijakan ini dikhawatirkan memicu gangguan rantai pasok dan mendorong kenaikan harga konsumen.

Seiring meningkatnya ketidakpastian global, investor mulai melirik aset lindung nilai seperti emas. UBS bahkan menaikkan proyeksi harga emas menjadi US$3.700 per ons pada September 2026. Menurut laporan CNBC, kenaikan ini diprediksi didorong oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi, potensi pelonggaran kebijakan The Fed, serta pelemahan dolar AS. Faktor lain seperti defisit fiskal Amerika dan independensi The Fed juga memperkuat outlook bullish emas.

Kondisi saat ini mengingatkan pada peristiwa April 2025, ketika Bitcoin sempat jatuh di bawah US$74.500. Kala itu, indikator ketakutan di pasar derivatif melonjak, namun hanya sebulan kemudian harga BTC berhasil pulih dan naik 40% hingga menembus US$104.150 pada Mei 2025.

Sejarah tersebut menunjukkan bahwa kepanikan investor kerap kali berlebihan dibanding kondisi fundamental yang ada. Meskipun koreksi kali ini memicu kekhawatiran besar, tidak ada bukti kuat bahwa tren bull market Bitcoin benar-benar berakhir. Justru, ketidakpastian di pasar saham dapat membuka peluang bagi Bitcoin untuk menjadi alternatif investasi jangka panjang.

Baca juga: Solo Miner Bitcoin Berhasil Kantongi Hadiah Blok Bernilai Rp6 Miliar

Dilla Fauziyah

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.