Tenaga Kerja dari Asia Dominasi Industri Kripto Global

Anggita Hutami

12th July, 2023

Wilayah Asia dan Australia menjadi penyumbang tenaga kerja terbanyak di industri kripto dunia berdasarkan riset dari K33.

Laporan K33 mengungkapkan, dari 190.000 tenaga kerja kripto yang tersebar di 10.000 perusahaan dengan total valuasi 180 miliar USD, 35% di antaranya berada di Asia dan Australia.

Kripto
Peta persebaran tenaga kerja kripto berdasarkan asal negaranya.
Sumber: Laporan K3

Dalam konteks wilayah Asia, sebagian besar pekerja kripto berasal dari Singapura (35%), India (20%), dan China (15%). Menurut laporan, pekerjaan kripto tumbuh subur di India karena tenaga kerja berkompetensi tinggi dengan gaji yang murah.

Sementara itu, sekitar 30% dari semua pekerja kripto berbasis di Amerika Serikat. Laporan menyebutkan Amerika Serikat, Amerika Utara, dan Kanada adalah kekuatan yang dominan, sedangkan pekerjaan kripto di Amerika Selatan berkorelasi dengan ukuran ekonomi.

Di benua Eropa, Inggris menyumbang sepertiga dari pekerjaan kripto global. Di sisi lain hanya 4% dari tenaga kerja kripto global berasal dari Afrika, dengan Nigeria dan Afrika Selatan mendominasi.

Baca Juga: Suplai Bitcoin di Asia Melonjak, Dominasi AS di Kripto Mulai Turun!

Lebih lanjut laporan menjelaskan, sepertiga tenaga kerja di industri kripto mayoritas berada dalam berbagai bidang, sebagai berikut:

  • Layanan keuangan: 48.500 pekerja.
  • Non-fungible token (NFT) dan gim blockchain: 12.000 pekerja.
  • Pertambangan kripto dan posisi intelijen blockchain: 40.000 pekerja.

Hasil riset dari K33 juga menyatakan, beban pekerjaan pada ranah blockchain maupun protokol seringkali membutuhkan ratusan orang untuk satu proyek saja. Sekitar 25.000 orang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan kripto di luar posisi-posisi teknis.

Baca Juga: Investasi Venture Capital ke Kripto Turun, Kalah Saing dengan AI!

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.