Tiongkok Perketat Larangan Kripto, Stablecoin Kini Jadi Target Utama
1st December, 2025
Pemerintah Tiongkok kembali menegaskan sikap kerasnya terhadap aset kripto dengan menyatakan bakal memperketat penindakan terhadap aktivitas spekulatif, termasuk penggunaan stablecoin, menegaskan komitmen untuk melanjutkan penindakan terhadap perdagangan kripto yang sudah dilarang sejak 2021.
Dalam pengumuman resmi pada Sabtu (29/11/2025), Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) menyebut bahwa “spekulasi aset kripto kembali meningkat” akibat berbagai faktor dan kini memunculkan tantangan baru bagi pengendalian risiko.
PBOC menegaskan bahwa aset kripto tidak memiliki status hukum setara uang fiat dan tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran di pasar mana pun. Bank sentral juga menekankan bahwa seluruh kegiatan bisnis terkait aset kripto digolongkan sebagai aktivitas keuangan ilegal.
“Aset kripto tidak memiliki status hukum sebagai alat pembayaran dan tidak boleh digunakan sebagai mata uang di pasar,” sebut PBOC.
Pernyataan ini disampaikan setelah pertemuan dengan 12 lembaga pemerintah lainnya, melibatkan otoritas seperti Kementerian Keamanan Publik dan Komisi Urusan Ruang Siber Pusat Tiongkok.
Tiongkok pertama kali memberlakukan larangan menyeluruh terhadap perdagangan dan aktivitas mining kripto pada 2021 dengan alasan tingginya risiko kejahatan finansial serta ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.
Baca juga: Tiongkok Tuduh AS Terlibat Pencurian Bitcoin Bernilai Rp217 Triliun
Fokus Pengawasan Ketat Stablecoin
PBOC menyoroti stablecoin sebagai salah satu sumber risiko terbesar. Menurut bank sentral, stablecoin tidak memenuhi persyaratan identifikasi pelanggan (KYC) dan pencegahan pencucian uang (AML), sehingga berpotensi digunakan untuk tindakan kriminal.
“Stablecoin tidak mampu memenuhi persyaratan identifikasi pelanggan dan pencegahan pencucian uang, sehingga berisiko digunakan untuk pencucian uang, penipuan penghimpunan dana, serta pengiriman dana lintas negara secara ilegal,” sebut PBOC.
Bank tersebut menambahkan bahwa kasus kejahatan yang melibatkan stablecoin semakin sering ditemukan sehingga diperlukan pengawasan yang lebih terkoordinasi.
Dalam pertemuan tersebut, 13 lembaga pemerintah sepakat memperluas koordinasi serta berbagi data untuk melacak aktivitas pengguna kripto. Upaya ini akan dilakukan melalui peningkatan kemampuan pemantauan digital dan sistem pelaporan yang lebih terintegrasi.
Otoritas menegaskan komitmennya untuk terus “menindak secara konsisten aktivitas keuangan ilegal” demi menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi masyarakat.
Baca juga: Donald Trump Sepakat Pangkas Tarif Impor Tiongkok Usai Bertemu Xi Jinping di Korsel
Tiongkok Tetap Jadi Salah Satu Pusat Mining Terbesar
Meski larangan kripto diberlakukan ketat sejak 2021, laporan Reuters menunjukkan bahwa Tiongkok masih menjadi pusat mining Bitcoin terbesar ketiga di dunia, dengan pangsa sekitar 14% per Oktober 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas mining ilegal masih berlangsung di sejumlah wilayah.
Berbeda dengan Tiongkok daratan, Hong Kong menerapkan kerangka regulasi aset digital yang lebih terbuka. Dengan status hukum yang otonom, Hong Kong terus mendorong pertumbuhan industri kripto yang diawasi secara resmi.
Pada Juli lalu, Hong Kong membuka peluang bagi penerbit stablecoin untuk mengajukan lisensi resmi. Namun beberapa perusahaan teknologi memilih menunda peluncuran stablecoin setelah regulator Tiongkok dilaporkan meminta penghentian sementara pengembangan produk tersebut.
Baca juga: Tiongkok Blokir Langkah Raksasa Teknologi Terbitkan Stablecoin di Hong Kong