Potensi Indonesia sebagai Crypto Hub di Antara Hong Kong dan Singapura

Singapura dan Hong Kong disebut-sebut sebagai pusat kripto (crypto hub) terbesar di Asia. Persaingan antara kedua negara ini terlihat dari banyaknya proyek kripto berskala besar yang sedang berjalan.

Kedua negara ini juga sedang giat mengembangkan kerangka regulasi yang sesuai untuk mendukung perusahaan-perusahaan kripto.

Di tengah persaingan Singapura dan Hong Kong sebagai crypto hub, Indonesia muncul sebagai salah satu negara potensial untuk perkembangan industri kripto.

Crypto hub adalah istilah yang disematkan pada negara dengan aktivitas dan perkembangan industri kripto signifikan sehingga memiliki pengaruh besar secara global.

Crypto hub dapat menarik investasi dalam bentuk modal ventura, perusahaan blockchain, dan startup teknologi yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan nasional.

Potensi Indonesia sebagai Crypto Hub

Dalam forum internasional Think-20 (T-20) Indonesia Summit 2022 yang diselenggarakan di Nusa dua Bali, Ketua Majelis Permusyawaratan (MPR) Indonesia, Bambang Soesatyo mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi crypto hub, khususnya di Asia Tenggara.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia bersaing ketat dengan Vietnam, Filipina, dan Thailand. Pasalnya, ketiga negara tersebut menempati posisi sepuluh besar dengan tingkat adopsi kripto tertinggi, Indonesia menyusul di peringkat 20.

Selama ini, Bali digadang-gadang menjadi crypto hub Indonesia. Stereotip itu ada karena Bali notabene merupakan destinasi pariwisata terbesar, menjadi pintu masuk pertama bagi pihak asing yang ingin mengenal Indonesia.

Bali juga menjadi tempat di mana konferensi Web3 dan kripto terbesar di Asia berlangsung, yakni Coinfest Asia yang akan diselenggarakan pada 24 hingga 25 Agustus 2023 di Bali.

Coinfest Asia 2023 masih membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang ingin berkolaborasi, informasi selengkapnya kunjungi situs Coinfest Asia.

Baca Juga: Gubernur Bank Sentral ASEAN Bahas Kripto di Bali

Menurut influencer kripto di Indonesia, Angga Andinata berpendapat bahwa Indonesia, khususnya Bali, belum dapat dikatakan sebagai crypto hub.

Menurutnya, saat ini potensi Bali baru sebatas tempat perkumpulan bagi digital nomad. Pendapat tersebut disampaikannya melalui unggahan Twitter pada 23 Mei.

Gimana dengan Bali?
Bali belum bisa jadi crypto-hub. Saat ini sekedar dijadikan tempat meet-up atau second home buat para digital nomad aja.
Masalahnya industri asing tidak bisa membuka kantor di Bali karena ada peraturan PMA hanya bisa memiliki saham 49%. (5)— Angga Andinata (@anggaandinata) May 23, 2023

Menurut Angga, Peraturan Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi salah satu hambatan pertumbuhan industri kripto. Peraturan ini membatasi perusahaan asing untuk memiliki saham lebih dari 49% dan menjadi hambatan bagi industri asing yang ingin membuka kantor di Bali.

Dalam wawancara khusus Coinvestasi pada 25 Mei, Co-Founder Voxthree sekaligus pelopor komunitas kripto di Bali, Arnold Ong berpendapat bahwa Bali bukan satu-satu wilayah dengan perkembangan industri kripto terbesar di Indonesia.

“Jakarta sebenarnya juga lumayan kuat dalam aspek web3. Di Bali banyak seniman, maka itu banyak seniman NFT yang berbasis di Bali. Sementara, di Jakarta lebih kuat dari aspek proyek-proyek besar, utilitas, dan permodalan,” kata Arnold Ong.

Arnold Ong memiliki pandangan yang berbeda mengenai Peraturan Penanaman Modal Asing (PMA). Menurutnya, peraturan ini justru dapat meningkatkan daya saing lokal dengan industri asing.

Namun, Arnold Ong juga menyoroti urgensi untuk mengkaji lebih dalam polemik mengenai persentase permodalan ini. Mengingat, Indonesia bukanlah negara yang anti asing.

Menurut Arnold Ong, kekuatan industri kripto Indonesia terletak pada ketersediaan kuantitas sumber daya manusia (talent pool). Oleh karena itu, pemerintah maupun pelaku industri diharapkan dapat membangun sumber daya manusia yang berkualitas ke depannya.

Di sisi lain, untuk menyandang gelar crypto hub umumnya sebuah negara atau kawasan harus memiliki regulasi yang komprehensif, tingkat adopsi dan proyek kripto yang masif. Berikut potensi Indonesia sebagai crypto hub di tengah duel sengit Singapura dan Hong Kong.

Baca juga: Potensi Pertumbuhan Adopsi Crypto di Asia Tenggara 

Regulasi

Singapura

Aset kripto di Singapura dapat digunakan sebagai instrumen investasi dan metode pembayaran. Singapura telah menerapkan Undang-Undang Layanan Pembayaran (PSA) untuk mengatur perdagangan mata uang kripto sejak Januari 2020. Undang-undang ini mengatur persyaratan lisensi pertukaran dan perdagangan kripto di negara tersebut.

Otoritas Singapura hanya mengenakan pajak kripto dari keuntungan yang dihasilkan token sekuritas. Bitcoin dan altcoin dikenakan pajak karena dianggap sebagai token sekuritas. Sementara itu, penggunaan kripto sebagai token pembayaran maupun token utilitas tidak dikenakan pajak.

Hong Kong

Regulasi kripto di Hong Kong menemukan titik terang. Komisi Sekuritas dan Berjangka (SFC) merilis pedoman regulasi untuk platform perdagangan aset virtual pada 23 Mei 2023.

Baca Juga: Hong Kong akan Izinkan Investor Ritel Trading Kripto!

Berbeda dengan Singapura, aset kripto di Hong Kong dianggap sebagai komoditas virtual dan tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Aset kripto di Hong Kong tidak dikenakan pajak, menjadikannya destinasi idaman bagi industri kripto.

Pedoman tersebut berisi tentang sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pedagang aset kripto untuk memperoleh lisensi operasional. SFC mulai menerima pengajuan lisensi dari calon pedagang kripto mulai 1 Juni 2023.

Indonesia

Sama halnya dengan Hong Kong, aset kripto di Indonesia juga dianggap sebagai komoditas dan tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Perdagangan kripto di Indonesia diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 9 Tahun 2019.

Aset kripto di Indonesia dikenakan pajak berdasarkan PMK 68Tahun 2022. Jenis pajak yang dibebankan adalah Pajak Penghasilan (PPh) 0,2% dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0,22%.

Regulasi terbaru RUU P2SK menyatakan peralihan pengawasan kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama dua tahun terhitung dari Januari 2023. Pemerintah Indonesia sedang bersiap meluncurkan bursa kripto nasional yang dijadwalkan sebelum Juni 2023.

Baca Juga: Kafe di Bali Gunakan Kripto sebagai Metode Pembayaran, Ini Ancaman Sanksinya!

Tingkat Adopsi Kripto

Singapura

Jumlah pengguna kripto di Singapura tumbuh sekitar 3% dalam satu tahun terakhir. Dilansir dari lembaga riset Independent Reserve Cryptocurrency Index (IRCI), pengguna kripto di Singapura saat ini mencapai 2,4 juta, yang berarti 43% dari total populasi.

Adopsi Kripto di Hong Kong.
Sumber: Independent Reserve Cryptocurrency Index (IRCI)

Mayoritas pengguna kripto di Singapura memiliki portofolio aset di Bitcoin (42%), Ethereum (50%), dan Dogecoin (24%). Sebagian besar penduduk Singapura mengalokasikan rata-rata US$1.000 untuk investasi kripto setiap bulannya.

Menurut laporan lembaga riset Chainanalysis 2022, nilai transaksi kripto di Singapura mencapai US$100 miliar. Singapura menjadi negara kelima dengan nilai transaksi kripto tertinggi di kawasan Asia Tengah dan Selatan.

Hong Kong

Perdagangan kripto di Hong Kong secara yuridiksi baru dilegalkan mulai 1 Juni 2023. Selama ini perdagangan kripto di Hong Kong dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dilansir dari laporan lembaga riset Triple A 2021, jumlah pengguna kripto di Hong Kong berkisar 245 ribu orang, mewakili 3,27% dari total populasi.

Selain itu, laporan Chainanalysis menyebutkan bahwa Hong Kong menempati peringkat lima dalam nilai transaksi kripto tertinggi pada Juli 2021 hingga Juni 2022. Nilai transaksinya menembus US$75 miliar.

Meskipun perdagangan kripto di Hong Kong baru saja diregulasi, tetapi industrinya sudah memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi pasar secara umum.

Indonesia

Jumlah pengguna kripto di Indonesia tumbuh 45,6% dalam dua tahun terakhir. Dilansir dari data Kementerian Perdagangan (Kemendag), jumlah pengguna kripto di Indonesia mencapai 16,3 juta pada September 2022. Angka tersebut mewakili 6% dari total populasi Indonesia keseluruhan yang mencapai 273,8 juta.

Perkembangan Transaksi dan Pelanggan Aset Kripto
Sumber: Kementerian Perdagangan RI

Nilai transaksi kripto di Indonesia juga mengalami lonjakan pada saat pandemi dengan kenaikan sekitar 1224,96%. Dari Rp65,9 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp859,4 triliun pada tahun 2021. Total transaksi kripto kemudian turun menjadi Rp266,9 triliun pada tahun 2022 sehubungan dengan keruntuhan FTX.

Mayoritas pemilik mata uang kripto Indonesia berada dalam kelompok usia 18-44 (78%). Hanya 4% dari mereka yang berusia 45 tahun ke atas. 

Laporan Celios menyebutkan kripto menempati peringkat tiga besar (21,1%) sebagai produk investasi pilihan di Indonesia, mengungguli emas (12,8%) dan bersaing dengan reksadana (29,8%) serta saham (21,7%).

Proyek Kripto

Singapura

Singapura menduduki posisi signifikan dalam industri kripto global, 6% dari total dana kripto yang beredar di seluruh dunia berasal dari negara singa putih. Dilansir dari laporan KPMG, angka investasi di startup kripto Singapura tumbuh 1274.31% pada 2021, sebelumnya hanya sebesar US$109 juta (2020) menjadi US$1,5 miliar (2021).

Laporan The Block menyebutkan bahwa negara singa putih ini juga menempati tiga besar investasi blockchain, bersaing dengan Amerika Serikat dan Inggris. Sebanyak 566 kesepakatan blockchain di negara-kota telah mengumpulkan US$3,9 miliar selama enam tahun terakhir.

Hong Kong

Hong Kong dan Singapura bersaing ketat dalam investasi aset digital. Laporan terbaru dari KPMG menyebutkan bahwa lebih dari 90% kantor keluarga dan individu dengan kekayaan tinggi (HNWI) tertarik berinvestasi pada aset digital atau bahkan sudah melakukannya, termasuk industri kripto.

Hong Kong berhasil mengamankan Dana ProDigital senilai US$30 juta dari target pendanaan sebesar $100 juta. Fokus utama dari dana ini adalah mendukung startup berbasis Web3 di pasar regional.

Selain Hong Kong, Dana ProDigital berencana menanamkan modalnya di negara-negara seperti Australia, Singapura, Eropa, dan Amerika Serikat.

Indonesia

Total investasi pada proyek blockchain di Indonesia diperkirakan mencapai US$224,6 juta atau lebih. Pemerintah Indonesia secara aktif sudah mulai mempertimbangkan untuk mengadopsi teknologi blockchain dalam beberapa sektor. Misalnya, rencana terkait tokenisasi emas oleh Pegadaian serta pengadaan sertifikat tanah berbasis blockchain oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Dalam laporan S&P Global disebutkan bahwa Indonesia saat ini sedang menggarap proyek tokenisasi emas platform mobile PosGO Syariah. Platform ini memungkinkan pengguna untuk melakukan perdagangan logam mulia seperti emas dan perak dengan pengiriman fisik. Proyek ini dikembangkan oleh PT Pos dan Kinesis.

Menurut analis kripto PwC Galen Law-Kun, pengenalan tokenisasi ems di platform PosGO Indonesia akan menjadi awal dari adopsi stablecoin yang lebih luas.

Baca Juga: Survei Celios: Investor Lebih Banyak Taruh Aset di Kripto Dibandingkan Emas

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.