Oscar Darmawan Soroti Pentingnya Infrastruktur Metaverse

Anggita Hutami

24th February, 2023

Gelombang metaverse pada tahun 2021 mengalir deras ke dunia bisnis dan pasar, hal ini memicu banyak perusahaan besar terjun untuk melakukan penelitian lebih lanjut soal dunia virtual itu.

Sebut saja Meta, Microsoft, Epic Games, dan banyak perusahaan kecil berlomba untuk menjadi penggerak pertama di metaverse. Namun perjalanan untuk eksplorasi soal teknologi ini bukan perkara mudah.

The Washington Post bahkan menerbitkan fitur Opens a new window di mana ia mengecam keberadaan metaverse dan mengatakan bahwa antusiasme di sekitarnya hanyalah iseng belaka.

Menurut grafik Google Trends, pencarian kata kunci mengenai metaverse telah menurun tajam dalam rentang waktu 6 bulan pada tahun 2022. Adapun, negara-negara yang masih memiliki minat teratas pada metaverse, antara lain Singapura, Arab, China, Turki, dan Hong Kong.

Baca Juga: Apa Itu Metaverse? Karakteristik, Cara Kerja, Dan Mas Depannya

Pencarian kata kunci metaverse yang menurun di Google Trend.

Sejumlah nilai token metaverse juga dilaporkan merosot. Laporan ini akan merujuk pada 3 pemain besar metaverse, antara lain Axie Infinity, The Sandbox, dan Decentraland (MANA). 

Menurut data Coingecko (24/2) token decentraland (MANA) turun sebesar 73,3% dalam satu tahun terakhir, Token The Sandbox (SAND) turun 75,9% d token Axie Infinity (AXS) juga mengalami penurunan sebesar 79,1% dalam setahun terakhir.

Baca juga: Metaverse Zuckerberg Rugi Rp204 Triliun Lebih, Ada Apa?

Platform metaverse andalan Meta, Horizon Worlds juga menunjukkan penurunan aktivitas pengguna. Menurut laporan Diplomacy Edu, sebelumnya Meta menetapkan target bulanan sebanyak 500.000 pengguna aktif. Namun, kenyataannya mereka hanya mencapai 200.000 pengguna aktif per bulannya.

Anak perusahaan Meta, bernama Reality Labs yang berfokus pada pengembangan Metaverse telah merugi US$13,7 miliar atau Rp204 Triliun di 2022. Di kuartal keempat saja, Reality Labs, merugi US$4,28 miliar atau sekitar Rp63 triliun.

Meskipun demikian, Chief Financial Officer (CFO) Susan Li memperkirakan bahwa divisi metaverse akan terus merugi sepanjang tahun 2023.

“Ini adalah investasi jangka panjang, dan investasi kami di sini didukung oleh kebutuhan yang menyertainya untuk mendorong pertumbuhan laba operasional secara keseluruhan sementara kami melakukan investasi ini,” ungkap Susan.

Baca Juga: Metaverse Zuckerberg Rugi Rp204 Triliun Lebih, Ada Apa?

Mewujudkan Metaverse All in One

Menanggapi penurunan antusiasme di kalangan industri metaverse, CEO Indodax, Oscar Darmawan turut mengemukakan pendapatnya. Ia menyoroti kebutuhan terhadap infrastruktur metaverse.

“Menurut saya, metaverse tidak menguap begitu saja, hanya perjalanan kedua tren ini masih cukup panjang dan dibutuhkan infrastruktur agar mereka take off,” ungkap CEO Indodax, Oscar Darmawan.

Oscar mempercayai bahwa teknologi metaverse akan terus berkembang dan menjadi semakin mudah dinikmati. Tak hanya blockchain, metaverse pun akan semakin mudah dijangkau masyarakat luas apabila kebutuhan infrastrukturnya dilengkapi.

Melansir dari situs Boston Consulting Group (BCG), visi kontrol infrastruktur bermaksud membangun sebuah sistem metaverse all-in-one yang melayani banyak tujuan.

Beberapa infrastruktur yang dibutuhkan untuk metaverse adalah infrastruktur teknis seperti 3D, AR, VR, cloud computing dan non teknis, seperti kemitraan dan pemasaran.

Infrastruktur ini yang sedang dibangun oleh Meta yang bermitra dengan Nvidia untuk membantu memperluas infrastruktur teknis dan komponen yang diperlukan untuk mempertahankan dunia imersif. Konferensi AI Nvidia berpusat pada diskusi tentang metaverse.

Beberapa fitur yang direncanakan adalah avatar interaktif, generator data sintetis, dan model virtual Bumi untuk membantu meramalkan perubahan iklim.

Sementara itu di tengah pembangunan dan penelitian soal metaverse, ukuran pasar metaverse di seluruh dunia diperkirakan mencapai lebih dari US$1607 miliar pada tahun 2030, dengan pendapatan meningkat pada CAGR sebesar 43,3 persen selama periode perkiraan, menurut Emergen ResearchOpens a new window .

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.