Likuidasi Kripto Harian Sentuh Rp19 Triliun di Tengah Anjloknya Harga Bitcoin
26th September, 2025
Pasar aset kripto kembali mengalami tekanan besar pada Jumat (26/9/2025), dengan nilai likuidasi posisi perdagangan menembus lebih dari US$1,13 miliar atau sekitar Rp19 triliun dalam 24 jam terakhir. Mayoritas likuidasi berasal dari posisi long yang bertaruh kenaikan harga, menandakan banyak investor optimistis yang akhirnya terpaksa keluar dari pasar.
Menurut data CoinGlass, total likuidasi long mencapai US$1,01 miliar, dengan Ethereum (ETH) dan Bitcoin (BTC) mencatat angka terbesar masing-masing sekitar US$365 juta dan US$262 juta. Secara keseluruhan, sebanyak 246.605 trader terlikuidasi dalam periode tersebut. Likuidasi tunggal terbesar tercatat di platform Hyperliquid, dengan nilai US$29,12 juta pada pasangan ETH-USD.

Data CoinMarketCap menunjukkan, BTC turun 2% dalam sehari terakhir dan sempat diperdagangkan di bawah US$109.400. Secara mingguan, harga BTC sudah merosot sekitar 5%. Sementara ETH juga jatuh 2% ke level US$3.900.
Aset kripto lain bahkan mengalami penurunan lebih dalam. Meme coin terbesar Dogecoin (DOGE) jatuh, sementara XRP (XRP) dan Solana (SOL) masing-masing ambles 4% dan 5%. Secara luas kapitalisasi pasar kripto turun hampir 3% ke US$3,7 triliun.
Baca juga: CryptoQuant Ungkap Alasan Utama di Balik Pelemahan Bitcoin
Tekanan Makro dan Sentimen Pasar
Pelemahan kripto terjadi seiring turunnya indeks saham Amerika Serikat, termasuk S&P 500 hingga Nasdaq. Menurut laporan Glassnode yang dikutip dari Decrypt, Bitcoin mulai menunjukkan tanda-tanda “kelelahan” setelah investor jangka panjang mengambil keuntungan dan aliran masuk ETF melambat. Saat ini, siklus pasar sudah berlangsung 1.030 hari, mendekati durasi dua siklus bull market sebelumnya yang rata-rata 1.060 hari.
Sementara itu, Senior Investment Strategist di Bitwise, Juan Leon, menilai pasar kripto saat ini “sepenuhnya bergantung pada kondisi makro” terutama di Amerika Serikat. Ia menyoroti ancaman penutupan pemerintahan AS, potensi PHK massal, ketegangan geopolitik, serta pasar tenaga kerja yang lesu sebagai penghambat pemangkasan suku bunga Federak AS.
“Investor memang sudah gelisah dalam beberapa pekan terakhir, mencoba menebak arah pasar menuju kuartal IV. Akibatnya, banyak yang memilih masuk ke aset aman dan melepas aset kripto,” ujar Leon.
Meski begitu, Leon menegaskan siklus kali ini berbeda dari sebelumnya. Menurutnya, faktor baru berupa regulasi yang lebih jelas, pengesahan Genius Act, serta meningkatnya adopsi institusional menjadi penopang siklus jangka panjang.
“Inilah siklus pertama yang digerakkan oleh institusi, bukan lagi oleh euforia ritel. Prosesnya memang lebih lambat, tapi lebih berkelanjutan,” tambahnya.
Fokus pasar kini tertuju pada rilis Personal Consumption Expenditures (PCE) Index pada Jumat, indikator inflasi favorit The Fed. Jika PCE meningkat, peluang pemangkasan suku bunga kedua pada 2025 terbuka lebar. Kondisi ini berpotensi memicu kembali aliran likuiditas baru yang menguntungkan Bitcoin maupun aset berisiko lainnya.
Baca juga: Kripto Turun Serentak, Rp26,8 Triliun Posisi Long Terlikuidasi dalam Sehari