Arsari Group Milik Adik Prabowo Subianto Jadi Pemegang Saham Perusahaan Kripto
11th December, 2025
Arsari Group, perusahaan investasi multisektor milik Hashim Djojohadikusumo yang juga adik kandung Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, resmi masuk sebagai salah satu pemegang saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN). COIN merupakan induk perusahaan dari Bursa Aset Kripto PT Central Finansial X (CFX) dan penyedia jasa kustodian aset kripto PT Kustodian Koin Indonesia (ICC).
Mengutip laporan Kompas pada Rabu (10/12/2025), aksi korporasi ini dilakukan melalui entitas PT Arsari Nusa Investama dan dipandang sebagai bentuk dukungan institusional terhadap prospek jangka panjang industri aset digital Indonesia.
Masuknya Arsari Group juga dibaca sebagai penguatan kepercayaan pasar terhadap arah kebijakan pemerintah dalam mendorong kedaulatan ekonomi digital. Langkah ini hadir di tengah momentum transformasi regulasi aset digital yang kini berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca juga: Induk Usaha CFX Siap Melantai di Bursa Efek, Gunakan Kode Saham COIN
Dukungan Terhadap Transformasi Digital Nasional
Wakil Direktur Utama dan Direktur Operasional Arsari Group, Aryo Djojohadikusumo, menjelaskan bahwa keputusan investasi tersebut merupakan komitmen Arsari Group dalam mendukung arah transformasi digital Indonesia.
Menurutnya, COIN bersama dua anak usahanya memiliki landasan tata kelola yang kuat dan ekosistem yang dinilai paling siap mendukung perkembangan industri aset digital nasional.
“Kami melihat COIN memiliki fondasi kuat serta ekosistem yang lengkap dan paling siap untuk menjadi katalis dalam membangun dan mengembangkan industri aset digital nasional, termasuk aset kripto dengan mengedepankan tata kelola yang baik,” ujar Aryo dalam keterangannya.
Ia menambahkan bahwa investasi ini bukan semata keputusan ekonomi, tetapi tentang membangun kedaulatan digital Indonesia yang mampu menghasilkan inovasi dan nilai tambah bagi ekonomi nasional.
“Dengan lengkapnya ekosistem aset digital di Indonesia serta dukungan regulasi yang semakin matang melalui pengawasan aset digital oleh OJK, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat inovasi aset digital dan pusat perdagangan aset digital di kawasan Asia Tenggara,” tambahnya.
Baca juga: 25 Anggota CFX Resmi Terdaftar di OJK sebagai Platform Kripto Legal, Cek Daftarnya
Upaya Peningkatan Tata Kelola dan Kepercayaan Publik
Direktur Utama PT Indokripto Koin Semesta Tbk, Ade Wahyu, menyambut langkah strategis tersebut sebagai penguatan bagi struktur perusahaan.
“Kehadiran Arsari Group memberikan nilai tambah yang signifikan bagi COIN, terutama dalam memperkuat tata kelola yang baik untuk korporasi skala besar. Selain itu, masuknya Arsari Group juga meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada industri aset digital secara umum, serta khususnya kepada COIN,” jelas Ade.
Indonesia saat ini menempati posisi strategis dalam peta adopsi aset digital global. Laporan Global Crypto Adoption Index 2025 menempatkan Indonesia di peringkat ketujuh dunia. Adapun data OJK hingga Oktober 2025 menunjukkan jumlah pengguna aset kripto telah melampaui 18 juta dengan nilai transaksi mencapai Rp409,56 triliun.
Baca juga: Indonesia Masuk 7 Besar Adopsi Kripto Global 2025
Hadir di Tengah Pembahasan Regulasi Kripto Baru
Kabar ini muncul di tengah pembahasan revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Revisi tersebut untuk pertama kalinya memasukkan pengaturan aset kripto secara spesifik ke dalam kerangka sektor keuangan nasional di bawah pengawasan OJK.
Dalam draf terbaru, sejumlah ketentuan dinilai berpotensi menggeser peran puluhan Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD). Kendali perdagangan juga dapat terpusat pada satu bursa kripto karena seluruh transaksi aset kripto wajib dilakukan atau setidaknya dilaporkan melalui bursa resmi. Perdagangan di luar bursa tidak lagi diperbolehkan, kecuali tetap dicatatkan pada bursa yang diawasi.
Aturan ini memunculkan kekhawatiran mengenai tingkat sentralisasi yang dinilai dapat melemahkan fungsi exchange lokal terdaftar dan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja. Pelaku industri juga menyoroti hilangnya peluang arbitrase bagi investor serta risiko single point of failure apabila terjadi gangguan atau celah keamanan pada bursa yang memegang kendali.
Baca juga: Revisi UU P2SK Ancam Exchange Kripto Lokal, Risiko PHK Mengintai