Blockchain di Indonesia Diakui Resmi Lewat PP 28/2025, Ini Implikasinya
30th June, 2025
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Aturan ini menjadi titik krusial dalam strategi digitalisasi nasional, terutama karena kini teknologi blockchain dan turunannya diakui secara hukum sebagai bagian dari infrastruktur ekonomi digital yang sah.
Baca juga: CFX Coret 291 Token dari Daftar Aset Kripto Legal di Indonesia, Cek di Sini!
Aturan Resmi Soal Blockchain dan Turunannya
Secara garis besar, PP 28/2025 mengatur penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko (PBBR). Salah satu terobosan terbesarnya adalah integrasi sistem perizinan secara digital melalui platform Online Single Submission – Risk-Based Approach (OSS-RBA). Sistem ini menyederhanakan alur perizinan pelaku usaha berdasarkan tingkat risiko masing-masing bidang usaha.
Yang menarik, aktivitas pengembangan teknologi blockchain secara eksplisit disebut dalam Pasal 186, sejajar dengan sektor strategis lain seperti kecerdasan buatan (AI), identitas digital, dan sertifikat elektronik. Para pengembang cukup memiliki dua legalitas utama, termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai identitas usaha dan Sertifikat Standar sebagai bukti komitmen terhadap standar kegiatan usaha.
Untuk proyek seperti infrastruktur smart contract, proyek Web3, NFT, DeFi yang tidak menyangkut keuangan langsung, statusnya tergolong risiko rendah hingga menengah. Artinya, tidak diperlukan izin tambahan di tahap awal selain NIB dan Sertifikat Standar.
Namun, untuk sektor perdagangan aset kripto, tokenisasi aset, stablecoin, dan produk sejenis yang berkaitan dengan keuangan, aturan tetap ketat. Pelaku usaha diwajibkan mengantongi NIB dan izin khusus dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lolos proses validasi komitmen sebelum beroperasi penuh.
Selain itu, regulasi ini juga mengatur ketentuan pengawasan dan sanksi administratif bagi pelaku usaha blockchain yang tidak aktif atau melanggar ketentuan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 536–537.
Kehadiran PP ini menunjukkan bahwa blockchain tak lagi dipandang sebagai teknologi pinggiran, melainkan sebagai bagian dari infrastruktur digital nasional yang dipantau, dibina, dan diberi ruang untuk tumbuh.
Baca juga: NOBI Dana Kripto Hadirkan Produk Investasi Kripto Pertama di Indonesia
Gibran Dorong Adopsi Blockchain dalam Sektor Ekonomi Digital
Dalam video resmi yang diunggah ke kanal YouTube pribadinya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa PP 28/2025 merupakan wujud konkret dari visi Indonesia dalam mendukung teknologi berbasis kepercayaan dan transparansi.
“Blockchain itu ibarat buku kas bersama. Catatannya tidak bisa dihapus, tidak bisa diubah, dan bisa dilihat oleh semua yang ikut mencatat. Tidak ada satu orang pun yang bisa sembunyi-sembunyi, memanipulasi data,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa regulasi ini memberi kepastian hukum kepada pengembang dalam negeri, mulai dari startup, komunitas, hingga UMKM untuk membangun solusi berbasis blockchain tanpa dibayangi ketidakjelasan aturan.
Ia juga mencontohkan berbagai aplikasi nyata blockchain di masyarakat, seperti pencatatan keuangan mikro untuk UMKM desa dan sistem bantuan sosial yang transparan dan akurat.
“Aturannya jelas, izin usaha disederhanakan, akses masuk ke sektor ini dipermudah. Startup, komunitas, hingga UMKM yang ingin membuat solusi berbasis blockchain, termasuk Web3, DeFi, NFT, smart contract, dan tokenisasi, sekarang punya kepastian hukum,” kata Gibran. “Blockchain bukan sekadar teknologi, tetapi ekosistem yang hidup dengan aturan, nilai, dan sistem tersendiri.”
Baca juga: Regulasi Kripto Thailand dan Vietnam Kian Ramah, Bagaimana Nasib Indonesia?
Dampak Regulasi terhadap Ekosistem Blockchain Nasional
Dengan hadirnya PP ini, pengembangan blockchain di Indonesia tidak lagi berada di zona abu-abu. Proyek yang sesuai klasifikasi cukup mengurus NIB dan Sertifikat Standar melalui OSS-RBA tanpa harus menghadapi birokrasi dari berbagai instansi.
Aturan ini juga membantu pelaku usaha yang serius untuk beroperasi secara legal dan menarik modal investor. PP 28/2025 mendorong agar proyek blockchain tetap aktif dan produktif selama minimal tiga tahun agar tetap diakui.
Sementara bagi masyarakat luas, terutama pengguna dan investor kripto, kehadiran regulasi ini membuka babak baru, termasuk perlindungan hukum yang lebih kuat, serta adopsi blockchain dalam skala nasional yang lebih sistematis dan aman.
Kendati demikian, hadir juga tantangan di mana startup atau perusahaan berisiko “mati suri” jika tak punya aktivitas signifikan selama 3 tahun, karena akan dikenai teguran administratif, hingga pencabutan izin.
“Sekarang saatnya semua pihak bergerak bersama, mulai dari pengembang teknologi, komunitas digital, hingga pelaku usaha, serta pemangku kebijakan. Karena semakin awal kita menanam pondasi, semakin kokoh posisi kita dalam menghadapi masa depan. Blockchain adalah peluang strategis dan Indonesia memilih untuk tidak ketinggalan,” pungkas Gibran.
Baca juga: Transaksi Kripto Indonesia Tembus Rp35,61 Triliun Hingga April 2025