Tips Susun Portofolio Kripto Ala Managing Partner M300

Anggita Hutami

17th January, 2023

Bagi investor yang terbiasa dengan saham, diversifikasi aset kripto menghadirkan tantangan baru. Risiko dan volatilitas aset kripto yang tinggi seringkali mempersulit untuk menemukan investasi yang solid untuk disusun ke dalam portofolio kripto.

Ingin tahu cara menyusun portofolio kripto yang baik? Berikut ini tips manajemen portofolio aset kripto menurut Managing Partner M300, Andri Ngaserin.

Mengenal Diri Sendiri

Hal pertama yang harus dilakukan tentunya ialah mengenal diri sendiri, tipe investor seperti apa, investor jangka panjang (long term) atau jangka pendek (short term).

“Garis besarnya, jangan pegang kemana-mana, berpegang pada BTC dan ETH (bagi pemula), yang lain banyak ketidakpastian. Contoh, meksipun Solana pengembangannya hebat, tetapi sebenarnya on chain tidak ada yang pakai. Banyak aset bermunculan di tahun 2017, sekarang sudah menjadi ghost chain,” ungkap Andri.

Penting juga untuk memperhatikan latar belakang dari perusahaan aset kripto yang akan diinvestasikan. Apabila perusahaan tersebut banyak unresolved issue (masalah yang belum terselesaikan), tentunya akan lebih berisiko. 

“Dari semua itu, yang paling banyak dipakai ETH, sudah bertahan dengan valuasi pasar kurang lebih 80%. Kalau sebagai investor, pegang aset yang paling aman. Kalau usebagai trader, disarankan melihat semua on-chain data, technical indicator,” ungkapnya.

Mulai dengan Aset Tepercaya

Hal pertama yang harus kamu perhatikan ialah percayakan uangmu pada aset-aset yang memiliki rekam jejak baik. Managing Partner M300 Andri Ngaserin menyarankan para investor pemula untuk mulai dengan Bitcoin dan Ethereum.

“Kedua itu (BTC dan ETH) kan sudah establish sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Dari segi security (keamanan) sudah mulai lumayan proven (terbukti). Kalau ETH smart chainnya banyak dipakai,” kata Andri.

Selain itu, hal yang penting diperhatikan ialah Bitcoin Dominance, yaitu salah satu metrik yang digunakan untuk menilai kinerja altcoin terhadap Bitcoin.

“Jadi, kalau Bitcoin Dominance sedang bahaya dan mau naik, jangan main terlalu aneh, sama (cocokkan) timing. Season bear market itu sangat volatile sekali, biasanya habis minus 90 persen bisa minus 90 persen lagi. Kalau jadi trader mungkin bisa, tapi kalau mau long term mending BTC dan ETH,” jelasnya.

Baca juga: Cara Membangun Portofolio Cryptocurrency Jangka Panjang

Investor Ritel Harus Pertimbangkan ‘Use Case’

Saat ini, peredaran Bitcoin banyak dipegang oleh investor ritel. Menurut data Glassnode pada akhir tahun 2022, persentase pasokan Bitcoin yang dipegang oleh ritel telah melonjak hingga 17%. Pasokan Bitcoin menyebar dari waktu ke waktu, sementara basis pemegang Fiat berkonsentrasi pada whale dari waktu ke waktu.

Jumlah peredaran Bitcoin. Sumber: Glassnode

Untuk para investor ritel, Andri menyarankan untuk fokus pada dua hal, yaitu good sponsor dan solve existing problem use case. Artinya, di samping mencari dukungan dana, investor ritel disarankan untuk memperhatikan kebermanfaatan dalam bentuk produk maupun jasa yang ditawarkan.

Ia juga menyarankan beberapa model bisnis yang sedang menarik di pasar kripto maupun blockchain, antara lain wallet abstraction, yaitu program yang memungkinkan pengguna melakukan sign-in ke dalam dompet kripto dengan mudah, seperti signin Google.

Pembagian Hot Wallet dan Cold Wallet

Dalam menyusun portofolio penting juga untuk mengatur aset yang disimpan di hot wallet dan cold wallet dalam aset kripto sangat penting. Ini dikarenakan tidak semua exchange besar sudah sepenuhnya tunduk dengan regulasi.

Andri mencontohkan dengan keruntuhan FTX, exchange besar secara internasional, namun tidak dibawah regulasi pemerintah Amerika Serikat, yang mana notabene exchange besar tidak membuka informasi secara penuh kepada investor.

Berbeda dengan broker-broker yang ada di Indonesia, mereka harus melapor dan menyajikan data setiap hari bahkan setiap bulan harus melaporkan kondisi keuangan. Tapi, tak semua perusahaan exchange terbuka dengan liabilitas mereka. Idealnya, persentase antara hot wallet dan cold wallet ditentukan dari jangka waktu dan kebutuhan investasi seseorang.

Hot wallet umumnya diminati investor jangka pendek (trader) dan investor yang menggunakan platform DeFi. Sedangkan, cold wallet cocok untuk investasi jangka panjang dan tidak terhubung ke internet. Namun, di sisi lain, keamanan hot wallet tak sebaik keamanan di cold wallet.

“Ketika kamu memegang hot wallet 5 tahun, kamu juga harus memegang kepercayaan bahwa exchange-nya itu akan bertahan dalam 5 tahun. Tentukan akan sangat susah karena informasi yang mereka berikan tidak banyak,” jelas Andri.

Baca juga: Apa Itu DeFi? (Pahami DeFi dalam Waktu 3 Menit!)

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.