Miliarder Kripto Australia Selamat dari Upaya Penculikan Brutal, Gigit Jari Pelaku hingga Putus
3rd July, 2025
Seorang miliarder kripto asal Australia sekaligus pengusaha dan investor kripto ternama, Tim Heath, dilaporkan nyaris menjadi korban penculikan sadis di Estonia pada 2024 lalu. Kejadian ini terjadi tepat di depan apartemennya, saat sekelompok orang tak dikenal menyergapnya dengan menyamar sebagai tukang cat.
Menurut laporan Eesti Ekspress pada Rabu (2/7/2025), sidang yang digelar pekan lalu mengungkap kesaksian Tim Heath bahwa serangan terhadap dirinya bukan kejadian spontan. Para pelaku disebut telah menyergapnya dari belakang saat ia menaiki tangga apartemen, lalu mencoba menutupi wajahnya dengan kantong plastik sambil mengancam agar ia tidak berteriak.
Namun Heath bereaksi cepat. Ia menggigit tangan salah satu pelaku hingga jarinya putus, lalu berhasil melarikan diri masuk ke dalam apartemennya. Potongan jari tersebut belakangan menjadi bukti kunci dalam kasus ini setelah dikonfirmasi melalui tes DNA.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa serangan ini bukan kejadian spontan. Para pelaku telah memantau Heath selama berminggu-minggu, menggunakan pelacak GPS dan ponsel burner untuk menghindari jejak. Mereka bahkan menyewa sauna sebagai lokasi penyekapan, dan salah satu pelaku kedapatan menggunakan paspor palsu asal Azerbaijan.
Atas insiden ini, Heath mengajukan gugatan perdata pada Mei 2025 senilai lebih dari €3,2 juta atau sekitar Rp66 miliar. Sebagian besar gugatan tersebut mencakup biaya pengamanan pribadi yang membengkak hingga €2,7 juta atau setara Rp55 miliar.
Baca juga: Kerugian Akibat Hack dan Scam Kripto Tembus Rp40 Triliun Paruh Pertama 2025
Maraknya Fenomena Kejahatan Fisik yang Menyasar Pelaku Kripto
Apa yang dialami Heath bukan kasus tunggal. Serangan fisik terhadap pemilik aset kripto kini dikenal dengan istilah wrench attack, yaitu metode kekerasan untuk mendapatkan akses ke wallet kripto, tanpa perlu meretas sistem.
Istilah ini pertama kali muncul dalam komik web XKCD tahun 2009, yang menyindir cara “mengakali” sistem enkripsi, bukan dengan kode, tapi dengan kunci pas dan ancaman fisik. Kini, realitasnya jauh lebih mengerikan. Serangan seperti ini mulai menjamur di tengah ketidakpastian regulasi dan transparansi blockchain.
Pada Januari 2025, Co-Founder Ledger, David Balland, mengalami penculikan bersama istrinya. Pelaku bahkan memotong jarinya dan mengirimkannya ke kolega Balland sebagai bagian dari permintaan tebusan. Beruntung, keduanya berhasil diselamatkan polisi dalam 24 jam.
Di Prancis, otoritas juga telah menangkap puluhan tersangka yang terlibat dalam kasus serupa. Sementara di New York, dua pria diadili atas tuduhan menyiksa seorang korban untuk mengakses Bitcoin miliknya. Namun mereka membantah dan menuduh sang korban membuat cerita palsu, meski penyelidikan masih berjalan.
Raido Saar, Presiden Web3 Chamber Estonia dan CEO platform identitas digital Matter-ID, menyatakan bahwa kasus seperti ini berpotensi meningkat karena regulasi baru yang mewajibkan identitas pengguna wallet diketahui.
Ia menunjuk pada penerapan FATF Travel Rule, aturan internasional yang mengharuskan pertukaran kripto mengungkap identitas pengguna untuk transaksi besar.
“Saat data identitas digabungkan dengan transparansi blockchain publik, risikonya melonjak,” ujar Saar seperti dikutip dari Decrypt.
Ketika alamat wallet dapat dikaitkan dengan nama asli, para pelaku kejahatan bisa dengan mudah memetakan target yang dianggap menyimpan aset besar. Ironisnya, aturan yang awalnya ditujukan untuk memerangi pencucian uang justru membuka celah baru bagi kejahatan di dunia nyata.
“Kalau setiap wallet wajib punya nama di belakangnya, berarti kita sedang membuka pintu untuk lebih banyak wrench attack,” lanjut Saar.
Masalahnya, belum ada infrastruktur yang benar-benar siap untuk menjalankan regulasi seperti FATF Travel Rule tanpa mengorbankan privasi pengguna. Tanpa teknologi pelindung privasi yang memadai, aturan tersebut bisa berubah menjadi konflik antara kepatuhan hukum dan perlindungan hak asasi.
“Kalau aturannya setengah-setengah, semua orang bisa jadi target,” tegas Saar.
Baca juga: Prancis Tangkap 25 Tersangka Jaringan Penculikan Bermotif Kripto