Meta Bakal Uji Coba Integrasi Pembayaran Stablecoin
9th May, 2025
Setelah absen selama tiga tahun dari dunia kripto, raksasa teknologi Meta dikabarkan tengah menjajaki kemungkinan integrasi pembayaran berbasis stablecoin ke dalam ekosistem platformnya.
Menurut laporan dari Fortune pada Jumat (9/5/2025), Meta dikabarkan telah melakukan pembicaraan dengan sejumlah perusahaan infrastruktur kripto, meskipun hingga saat ini belum menentukan arah kebijakan yang pasti.
Meta berpotensi menggunakan pendekatan multi-token, dengan membuka dukungan terhadap beberapa stablecoin populer seperti USDT dari Tether, USDC dari Circle, dan lainnya. Untuk memperkuat upaya ini, Meta juga merekrut Ginger Baker sebagai Vice President of Product, sosok dengan latar belakang kuat di sektor kripto.
Baca juga: OJK Buka Peluang Stablecoin di Indonesia, Tapi Ada Syaratnya!
Upaya Kembalinya Meta ke Sektor Kripto
Langkah ini menandai kembalinya Meta ke sektor kripto, setelah proyek blockchain ambisius mereka di tahun 2019, Libra, yang kemudian diubah namanya menjadi Diem, gagal total pada 2022 akibat tekanan regulasi yang sangat ketat. Kini, Meta berpotensi kembali terjun di tengah gelombang adopsi stablecoin yang makin panas di kalangan pelaku industri kripto dan keuangan tradisional (TradFi).
Jika benar terealisasi, Meta akan menjadi bagian dari tren global di mana stablecoin, aset digital yang nilainya dipatok terhadap mata uang fiat seperti dolar AS, menjadi sorotan utama, baik sebagai solusi efisiensi pembayaran maupun instrumen keuangan masa depan.
Meta sendiri bukan satu-satunya yang mulai melirik peluang ini. Sejumlah perusahaan besar di AS telah lebih dulu masuk ke sektor stablecoin. Sejumlah perusahaan besar seperti Ripple, Mastercard, Visa, ING, dan Stripe telah lebih dulu masuk ke sektor stablecoin.
Sementara itu, World Liberty Financial (WLFI), perusahaan kripto yang didukung Presiden AS Donald Trump, telah meluncurkan stablecoin USD1 sejak Maret lalu.
Standard Chartered kini memproyeksikan bahwa nilai pasar stablecoin bisa tumbuh hingga US$2 triliun pada akhir 2028.
Baca juga: Dua Bank Global Ini Jajaki Ekspansi Layanan Kripto ke AS