Kepala PPATK Ungkap Sulitnya Lacak Pencucian Uang dengan Aset Kripto

Anggita Hutami

27th February, 2023

Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa aset kripto masih digunakan pelaku pencucian uang untuk menyembunyikan dan menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana asal.

” Banyak kasus yang menggunakan aset kripto sebagai sarana pencucian uang diantaranya adalah kasus korupsi, narkotika, penipuan robot trading dan binomo, dan pendanaan terorisme,” ungkap Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana kepada Coinvestasi saat diwawancarai via daring (24/2).

Kesulitan Lacak Aliran Aset Kripto

PPATK juga mengungkapkan kesulitan untuk melacak sumber dan tujuan aliran pencucian uang yang menggunakan aset kripto, karena sifatnya yang pseudoanonimitas.

Sifat tersebut, menurut Ivan, membuat sulitnya pelacakan sumber dan tujuan dari aliran kripto. Misalnya, wallet address yang tidak terdaftar dalam legal exchanger akan sulit diketahui identitas dari pemilik transaksi tersebut.

“Tipologi yang dilakukan dalam menyembunyikan dan menyamarkan hasil tindak pidana dengan cara mixing, chan hopping, privacy coin, dan OTC juga mempersulit PPATK untuk melacak sumber dan tujuan aliran kripto tersebut,” ujarnya.

Walau sulit dilacak, PPATK tetap menjalnkan fungsinya untuk mencegah pencucian kripto semakin marak. Ivan menjelaskan, dalam menjalankan fungsinya, PPATK mengirimkan hasil analisis dengan dugaan tindak pidana pencucian uang terkait tindak pidana asal ke aparat penegak hukum.

PPATK juga meneruskan hasil analisis dan meminta informasi kepada FIU lain di luar negeri terkait dengan tindak pidana pencucian uang.

“Saat ini, PPATK juga telah menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan dari Pedagang Kripto, hal ini sangat membantu PPATK dalam menganalisis transaksi terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme,” katanya.

Baca Juga: Mayoritas Kejahatan pada Sektor Keuangan Terjadi dalam Uang Fiat

Merujuk pada laporan yang dirilis oleh PPATK, perusahaan berjangka maupun perdagangan komoditas, termasuk kripto, dikategorikan memiliki tingkat risiko menengah (medium) atas tindak pencucian uang.

Tinkat risiko kripto. Sumber: PPATK.

Saat ini, tidak ada regulasi khusus terkait tindak pidana pada perdagangan aset kripto di Indonesia. Namun, aset kripto di Indonesia mengikuti peraturan Bappebti, sebab kripto diberlakukan sebagai komoditas.

Perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana telah ditetapkan dalam UU No. 10 tahun 2011 tentang perdagangan Berjangka Komoditi.

Modus Penggunaan Aset Kripto sebagai Pencucian Uang

Modus pelaku pencucian uang pada aset kripto dapat dikenali dari skala individu maupun terorganisir, penjelasannya sebagai berikut.

  • Skala individu: Seseorang yang membeli atau menjual barang- barang ilegal dengan membayar dengan atau menerima bayaran aset kripto
  • Skala kelompok kecil: Beberapa pelaku terlibat dalam kelompok peretas yang meminta uang tebusan dalam bentuk aset kripto
  • Kelompok besar atau kejahatan terorganisir: Pencucian uang hasil tindak pidana berupa aset kripto dengan imbalan mata uang fiat untuk kelompok kriminal yang lebih kecil

Selain itu, dalam dunia kripto juga dikenal istilah Initial Coin Offering (ICO). ICO adalah penawaran awal di mana investor menyetorkan dana terlebih dahulu dan akan diberikan token ketika proyek telah siap untuk diluncurkan.

ICO dapat menjadi sarana untuk pengembangan produk dan bisnis, tetapi juga memiliki risiko bagi investor. Banyak ICO gagal atau bahkan terindikasi penipuan.

Risiko finansial dari ICO cukup tinggi karena volatilitas harga yang cukup tajam, sehingga memungkinkan beberapa pihak melakukan manipulasi pasar.

“Investor awal dari suatu token seringkali memperoleh token di awal dengan harga murah. Bisa saja investor awal melakukan manipulasi untuk meningkatkan animo investor selanjutnya untuk menjual tokennya jauh di atas harga pasar, sebelum akhirnya harga token tersebut turun,” ungkap laporan analisis Bappebti.

Indonesia Daftar FATF, Perkuat Komitmen Perangi Pencucian Uang

Untuk memperkuat komitmen dalam memerangi tindak pencucian uang, Indonesia mendaftarkan diri menjadi anggota sepenuhnya dalam Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (FATF).

FATF adalah forum yang membahas mengenai kebijakan internasional untuk memerangi tindak pencucian uang maupun pendanaan terorisme.

Forum ini melibatkan 37 negara, Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota G20 yang belum tergabung FATF.

Diberitakan siaran pers PPATK (24/2), Indonesia mendapatkan jalur fast track untuk menjadi anggota Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (FATF). Sebagai syaratnya, Indonesia harus membuat action plan dalam waktu yang singkat.

Jika action plan yang disusun berhasil mendapat nilai memuaskan, Indonesia dapat mengikuti sidang FATF yang akan dilaksanakan Juni 2023.

Negara-negara anggota FATF juga aktif dalam menyoroti standar penyedia jasa aset virtual (PJAV) maupun mengenai bursa kripto. Adapun, salah satu standard yang dirumuskan FATF sebagai berikut.

“Transaksi yang mengharuskan PJAV untuk melakukan customer due diligence (CDD) ditetapkan ambang batas diatas USD/EUR 1.000,” menurut dokumen analisis Bappebti terkait pencucian uang.

Baca Juga: Apa Itu ICO? Cara Kerja, Keuntungan, Dan Risikonya

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.