Hyperliquid Tuding CEX Manipulasi Data Likuidasi Kripto, Begini Respons CZ
13th October, 2025
Perdebatan antara pendiri sekaligus mantan CEO Binance, Changpeng Zhao (CZ), dan salah satu pendiri Hyperliquid, Jeff Yan, kembali mencuat menyusul kejatuhan besar di pasar kripto pada akhir pekan lalu. Jeff Yan menuding sejumlah exchange terpusat (CEX) seperti Binance sengaja melaporkan jumlah likuidasi pengguna jauh lebih kecil dibandingkan kenyataan di lapangan.
Dalam postingan di X pada Senin (13/10/2025), Yan menyebut bahwa data likuidasi di Hyperliquid yang sepenuhnya berbasis on-chain tidak dapat dibandingkan dengan data dari CEX yang menurutnya “tidak dilaporkan secara penuh”. Ia menjelaskan bahwa sistem on-chain memungkinkan siapa pun untuk memverifikasi transaksi, pesanan, dan proses likuidasi secara langsung, sehingga menjamin transparansi dan keadilan bagi seluruh pengguna.
“Beberapa CEX secara terbuka mengakui bahwa mereka secara signifikan meremehkan jumlah likuidasi pengguna,” tulis Yan, sembari menyoroti Binance sebagai salah satu contohnya.
Ia menambahkan, “Misalnya, meski ada ribuan perintah likuidasi dalam satu detik, hanya satu yang dilaporkan. Karena likuidasi sering terjadi dalam waktu bersamaan, jumlah yang dilaporkan bisa saja seratus kali lebih rendah dari kenyataan.”
Baca juga: Likuidasi Kripto Terbesar Sepanjang Sejarah, Rp320 Triliun Lenyap dalam Sehari
CZ Angkat Bicara
Menanggapi pernyataan tersebut, CZ menulis postingan di X yang tampaknya menyinggung tuduhan itu secara tidak langsung.
“Beberapa orang bertanya, kenapa BNB begitu kuat? Sementara sebagian pihak memilih untuk menyalahkan atau menyerang pesaing, para pelaku utama ekosistem @BNBChain seperti Binance dan Venus justru mengeluarkan ratusan juta dari kantong mereka sendiri untuk MELINDUNGI PENGGUNA,” tulisnya.
Ia menutup unggahan itu dengan kalimat “sistem nilai yang berbeda”, yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai tanggapan tersirat terhadap komentar Jeff Yan.
Ketegangan ini muncul setelah pasar kripto mengalami kejatuhan tajam pada 10–11 Oktober, ketika harga Bitcoin turun dari US$122.000 menjadi level terendah di US$104.000. Total posisi leverage yang terlikuidasi saat itu mencapai lebih dari US$19,29 miliar atau sekitar Rp320 triliun. Data dari CoinGlass mencatat peristiwa ini sebagai salah satu gelombang likuidasi terbesar dalam sejarah kripto, yang memengaruhi lebih dari 1,6 juta trader.
Pada periode yang sama, Hyperliquid dilaporkan berhasil memproses volume perdagangan antara US$50–70 miliar tanpa mengalami gangguan sistem. Sebaliknya, Binance sempat mengalami kendala teknis yang menyebabkan sebagian pengguna tidak dapat menutup posisi selama hampir satu jam. Kondisi tersebut memicu gelombang keluhan di media sosial, di mana banyak trader mengaku kerugiannya meningkat akibat keterlambatan sistem tersebut.
Baca juga: Ketegangan AS–Tiongkok Mereda, Bitcoin Pulih ke US$115.000