Credit Suisse Krisis, Harga BTC Miliki Potensi Bullish?

Anggita Hutami

16th March, 2023

Bank terbesar kedua di Swiss, Credit Suisse, mengalami penurunan saham dan mencatat kerugian selama dua tahun terakhir.

Sementara itu, pengamat melihat kondisi ekonomi makro saat ini dan situasi bank run berpotensi menggerakan harga BTC dan kripto naik kembali.

Ahli Sebut Credit Suisse Kemungkinan Besar Bangkrut

Dalam podcast Coin Stories, ahli strategi pasar, Greg Foss memperingatkan terkait potensi kebangkrutan Credit Suisse Bank. Ini terjadi setelah kegagalan tiga bank besar di Amerika Serikat, Silvergate, Silicon Valley Bank (SVB), dan Signature Bank.

Baca Juga: OJK Sebut Bank di RI Tidak Terdampak Krisis Silicon Valley Bank

“Jika CSFB (Credit Suisse First Boston) mendapat masalah, ini bukan hanya tentang CSFB, ini tentang semua institusi lain yang memiliki risiko eksposur atau rekanan,” imbaunya.

Ia menambahkan, saat ini bank tersebut memiliki kapitalisasi pasar rendah sebesar US$10 miliar dan aset sekitar satu triliun dolar AS.

Kapitalisasi pasar dan likuiditas aset yang rendah membuat Foss yakin bahwa Credit Suisse akan menjadi bank selanjutnya yang mengalami kebangkrutan.

Credit Suisse merupakan satu dari 30 bank yang diidentifikasi oleh Financial Stability Board (FSB) sebagai bank global yang penting secara sistemik (G-SIB). Credit Suisse juga merupakan salah satu lembaga perbankan yang memfasilitasi perusahaan kripto.

Krisis Credit Suisse Jadi Peluang Harga BTC Naik

Apabila Credit Suisse mengalami kebangkrutan, kabar buruknya perusahaan kripto yang memiliki eksposur tentunya akan mengalami masalah pendanaan maupun likuiditas.

Di lain sisi, jika berkaca pada kasus Silicon Valley Bank (SVB) yang ambruk dengan dana nasabah SVB yang akhirnya dijamin oleh The Fed, harga BTC dan mayoritas kripto justru naik.

Jika pola ini berulang, ada kemungkinan harga Bitcoin dan kripto akan kembali naik di tengah Credit Suisse yang kekurangan likuiditas.

Baca juga: Mayoritas Harga Kripto Reli Usai The FED Jamin Dana Nasabah SVB

Namun potensi kenaikan ini masih harus melihat bagaimana krisis berkembang dan langkah yang diambil oleh regulator dalam meredam kekacauan bank di Swiss itu.

Sementara itu, Co-Founder Mechanism Capital, Andrew Kang mengatakan bahwa kondisi makro ekonomi saat ini memang mendukung terjadinya Bitcoin bullish. Sebab, kegagalan tiga bank besar Amerika Serikat membuat The FED harus mengurangi agresivitas kenaikan suku bunga.

Ia juga menyoroti kondisi penjualan ekuitas yang melambat dan rasio P/E yang tergolong tinggi sehingga harga saham relatif mahal. Dengan begitu, investor akan lebih memilih aset kripto sebagai lindung nilai.

Komentar serupa diungkapkan Managing Director Wave Digital Assets, Nauman Sheikh mengatakan bahwa situasi bankrun dapat membawa efek positif pada pasar kripto.

“Ini adalah contoh lain dari bank run yang pasti dapat memiliki efek positif pada kripto dalam jangka menengah, tetapi dalam jangka pendek, jika seluruh dunia berada dalam mode risk-off, saya pikir kripto juga harus ikut tren penurunan sementara,” ungkapnya.

Menurut data Coinmarketcap (16/3) pukul 14.51 WIB, Bitcoin (BTC) diperdagangkan pada harga US$24,735, mencatat kenaikan hampir 14% dalam sepekan terakhir.

Baca Juga: Analisis Harga Bitcoin Usai Data CPI Amerika Serikat Rilis!

Kronologi Krisis Credit Suisse

Pada Rabu (15/3) saham Credit Suisse anjlok lebih dari 20%, menyentuh harga terendahnya di sekitar 1,56 CHF (Rp25.961) per saham setelah Saudi National Bank (SNB) klien utamanya, tidak akan menambah saham di bank tersebut. 

Credit Suisse menyatakan meminjam 50 miliar CHF atau sekitar US$54 miliar, dari Bank Nasional Swiss dan berusaha membeli kembali utang hingga CHF 3 miliar untuk mengatasi krisis likuiditas.

Menurut SIX Swiss Exchange (16/3) pukul 14.01 WIB, harga saham Credit Suisse diperdagangkan pada harga 1.697 franc Swiss (Rp28.125) dengan mencatat penurunan -76.25% dalam 52 minggu terakhir.

Credit Suisse Bank berulang kali telah terlibat serangkaian kontroversi. Di antaranya adalah dugaan terlibat dalam skandal pencucian uang di Bulgaria, kasus korupsi Mozambik, skandal mata-mata, dan kebocoran data klien.

Bank yang dirikan pada 1856 ini juga mengalami kerugian terus-menerus sejak 2021. Menurut laporan tahunan, Credit Suisse mencatat kerugian sebesar 7,29 miliar CHF (Rp119,36 triliun) sepanjang tahun 2022. 

Credit Suisse pun dilaporkan menunda laporan keuangan tahunannya setelah mendapat panggilan dari Security Exchange Comission (SEC) AS.


Disclaimer: Artikel ini hanya berupa informasi dan edukasi serta bukan ajakan investasi atau trading. Seluruh keputusan investasi berada di tangan pembaca dengan mengetahui risiko dan keuntungnnya.

Anggita Hutami

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.

Menekuni bidang jurnalistik sejak 2017. Fokus pada isu investasi keuangan, ekonomi, dan kebijakan publik.