bank

BI Ingatkan Risiko Kripto Tanpa Pengawasan, Tekankan Urgensi Rupiah Digital

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa semakin masifnya peredaran aset kripto, termasuk stablecoin yang tidak berada di bawah pengawasan otoritas, kini menjadi salah satu faktor risiko utama yang berpotensi memperburuk kondisi perekonomian global pada 2027.

Menurut BI, ketidakpastian tersebut memperkuat urgensi kehadiran mata uang digital bank sentral atau central bank digital currency (CBDC) sebagai infrastruktur pembayaran yang dinilai lebih aman, terkontrol, dan sesuai dengan kerangka regulasi nasional.

Pernyataan ini disampaikan Perry dalam sambutannya pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) yang berlangsung di kantor pusat BI, Jakarta, 28 November 2025. Ia menyoroti tingginya peredaran privately-issued crypto dan stablecoin yang hingga kini belum memiliki aturan maupun mekanisme pengawasan yang memadai. Kondisi tersebut, menurutnya, dapat menimbulkan risiko baru terhadap stabilitas sistem keuangan.

“Maraknya uang kripto dan stablecoin pihak swasta, belum ada pengaturan dan pengawasan yang jelas. Di sinilah perlunya central bank digital currency,” ujarnya, seperti yang dikutip dari Tempo.

Baca juga: Bank Indonesia Berencana Terbitkan Stablecoin Nasional

Lima Risiko Penyebab Suramnya Prospek Ekonomi Global

Dalam paparan PTBI 2026, Perry menjelaskan lima faktor utama yang memperburuk prospek ekonomi global pada 2026–2027. Pertama, kebijakan tarif Amerika Serikat yang masih berlanjut. Kedua, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dunia.

Faktor ketiga adalah tingginya utang dan suku bunga negara-negara maju yang menekan ruang fiskal negara berkembang. Keempat, meningkatnya risiko pada sistem keuangan global akibat perkembangan transaksi produk derivatif yang semakin kompleks. Terakhir, maraknya sirkulasi aset kripto dan stablecoin tanpa pengawasan dinilai menjadi risiko tambahan bagi stabilitas ekonomi.

BI menyampaikan bahwa kombinasi faktor-faktor tersebut meningkatkan potensi gejolak keuangan global. Karena itu, diperlukan instrumen pembayaran digital yang stabil, terpercaya, dan memiliki standar pengawasan yang jelas.

Baca juga: Rupiah Digital Masuk ke Tahap Peninjauan Proof of Concept

Rupiah Digital Jadi Solusi

Rupiah digital merupakan representasi digital dari Rupiah yang diterbitkan secara langsung oleh Bank Indonesia dan menjadi kewajiban BI kepada pemegangnya. Dalam konsep CBDC, Rupiah digital berfungsi sebagai alat pembayaran digital yang setara dengan uang tunai.

BI menegaskan bahwa Rupiah digital bukan diperkenalkan untuk menggantikan uang kartal, melainkan melengkapi ekosistem pembayaran yang ada. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi, keamanan, kecepatan, serta kesiapan sistem pembayaran Indonesia dalam menghadapi perkembangan ekonomi digital.

Pengembangan Rupiah digital merupakan bagian dari Proyek Garuda, inisiatif BI untuk membangun infrastruktur pembayaran digital yang modern. Melalui proyek ini, BI menargetkan hadirnya sistem pembayaran yang cepat, mudah digunakan, berbiaya rendah, aman dari risiko kebocoran data dan serangan siber, serta andal dalam mendukung aktivitas keuangan nasional.

Perry juga mengonfirmasi bahwa BI telah menjalankan eksperimen penerbitan Rupiah digital sebagai tahap awal implementasi.

“Eksperimen penerbitan rupiah digital sebagai satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia,” kata Perry.

Langkah ini merupakan bagian dari akselerasi transformasi digital BI yang dirumuskan dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030, di mana CBDC diposisikan sebagai pondasi utama arsitektur sistem pembayaran masa depan.

Baca juga: Bank Indonesia Rilis Whitepaper Rupiah Digital