Inggris Perkuat Kerja Sama dengan AS dalam Regulasi Kripto

Dilla Fauziyah

17th September, 2025

Inggris dan Amerika Serikat dikabarkan tengah mempersiapkan kerja sama lebih erat terkait aset digital. Inggris disebut ingin meniru sikap ramah kripto dari pemerintahan Trump untuk mendorong inovasi dan mempercepat adopsi industri.

Menurut laporan Financial Times pada Selasa (16/9/2025), Kanselir Inggris Rachel Reeves dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent telah berdiskusi mengenai peluang memperkuat koordinasi kebijakan kripto kedua negara. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan perusahaan kripto besar seperti Coinbase, Circle Internet Group, dan Ripple, serta eksekutif dari bank global seperti Bank of America, Barclays, dan Citi.

Kesepakatan ini disebut tercapai secara mendadak setelah kelompok advokasi kripto di Inggris mendesak pemerintah agar mengadopsi sikap lebih terbuka terhadap industri. Mereka menilai pendekatan hati-hati yang selama ini dijalankan justru membuat Inggris tertinggal dalam hal inovasi dan regulasi.

Baca juga: Turis di Inggris Dirampok Sopir Uber Palsu, Bitcoin Rp2 Miliar Raib

Fokus pada Stablecoin dan Adopsi Pasar

Financial Times melaporkan bahwa salah satu fokus utama kerja sama tersebut adalah stablecoin, aset kripto yang sempat dijadikan prioritas kebijakan oleh Presiden AS Donald Trump dan memiliki keterkaitan dengan bisnis keluarganya.

Isu stablecoin memang menjadi sorotan di Inggris. Bank of England sempat mengusulkan pembatasan kepemilikan stablecoin individu hanya £10.000–£20.000, yang dikritik oleh kelompok advokasi sebagai kebijakan sulit dan mahal untuk diterapkan.

Studi terbaru dari perusahaan asuransi Aviva menunjukkan bahwa 27% dari 2.000 responden yang mencakup investor di Inggris terbuka untuk memasukkan kripto dalam dana pensiun mereka. Dari kelompok tersebut, lebih dari 40% mengaku tertarik karena potensi keuntungan yang lebih tinggi.

Survei yang sama juga mencatat bahwa sekitar satu dari lima orang dewasa di Inggris, atau setara 11,6 juta orang, pernah memiliki aset kripto. Dari jumlah itu, dua pertiga responden menyatakan masih menyimpannya hingga saat ini.

Selain itu, sekitar 40% responden mengaku pernah mengalami hambatan dari bank, mulai dari penundaan hingga pemblokiran transaksi dengan penyedia layanan kripto. Banyak tindakan tersebut dikaitkan dengan kekhawatiran volatilitas, risiko penipuan, dan scam.

Baca juga: Proyek NFT Solana Ini Bidik Pembelian Bunker Bersejarah di Inggris

Upaya Regulasi Baru di Inggris

Meski dinilai lamban, Inggris mulai menunjukkan langkah konkret dalam regulasi kripto. Pada Mei lalu, pemerintah mengajukan kerangka aturan baru yang memperlakukan exchange kripto, dealer, dan agen hampir setara dengan lembaga keuangan tradisional. Regulasi ini menekankan transparansi dan perlindungan konsumen melalui mekanisme kepatuhan yang ketat.

Rachel Reeves berharap penyelarasan regulasi dengan AS dapat membuka akses lebih luas bagi perusahaan Inggris ke pasar Amerika serta menarik investasi dari investor AS.

Salah satu inisiatif yang tengah dibahas adalah pengembangan digital securities sandbox, yakni ruang uji coba bagi perusahaan berbasis blockchain di sektor jasa keuangan.

Baca juga: Ripple Salurkan Rp411 Miliar RLUSD untuk Dukung UMKM dan Veteran AS

Dilla Fauziyah

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.

Dilla mulai menunjukkan minat menulis sejak SMP. Saat ini sedang mendalami bidang jurnalistik dan kripto.