Arthur Hayes Soroti Katalis Pendorong Reli Kripto di 2026
15th September, 2025
Co-Founder BitMEX Arthur Hayes menilai tren bullish aset kripto saat ini masih jauh dari kata berakhir. Menurutnya, faktor utama pendorong reli harga justru baru memasuki fase awal, terutama terkait arah kebijakan moneter global tahun depan.
Dalam wawancara bersama pengusaha Bitcoin Kyle Chassé, Hayes menegaskan bahwa pemerintah di berbagai negara masih akan melanjutkan ekspansi moneter agresif. Ia menyoroti Amerika Serikat, di mana program belanja besar pada periode kedua pemerintahan Presiden AS Donald Trump diperkirakan baru akan benar-benar berjalan mulai pertengahan 2026.
Hayes mengakui mungkin akan mengambil sebagian keuntungan jika ekspektasi pencetakan uang sudah terlalu ekstrem. Namun, untuk saat ini ia menilai investor masih meremehkan besarnya likuiditas yang berpotensi mengalir ke pasar saham maupun kripto.
Baca juga: ETF Bitcoin AS Kembali Menguat, Inflow Harian Tembus Rp9 Triliun
Perubahan Geopolitik Bisa Percepat Reli Kripto
Lebih lanjut, Hayes menyoroti perubahan geopolitik global yang tidak lagi unipolar. Menurutnya, kondisi ini berpotensi mendorong pemerintah semakin gencar melakukan stimulus fiskal dan pelonggaran moneter demi menjaga stabilitas masyarakat serta pasar di tengah ketidakpastian.
Ia bahkan menyinggung risiko ketegangan di Eropa, termasuk kemungkinan skenario ekstrem seperti gagal bayar oleh Prancis yang bisa mengguncang euro. Jika itu terjadi, ia meyakini mesin pencetak uang global akan berputar lebih cepat. Hayes memang mengakui kebijakan semacam ini pada akhirnya bisa berakhir buruk, tetapi ia percaya puncak reli kripto belum tercapai.
Adapun menanggapi anggapan bahwa Bitcoin stagnan setelah menembus rekor di atas US$124.000 pada 14 Agustus, Hayes menyebut pandangan tersebut keliru.
Ia membandingkan performa Bitcoin dengan aset tradisional lain. Menurutnya, saham AS memang naik dalam denominasi dolar, tetapi belum sepenuhnya pulih jika diukur terhadap emas sejak krisis 2008. Hal serupa juga berlaku pada pasar properti. Hanya sebagian kecil perusahaan teknologi AS yang konsisten mencatatkan kinerja lebih baik.
Sebaliknya, bila dibandingkan dengan Bitcoin, seluruh tolok ukur tradisional terlihat lemah. Hayes menekankan bahwa dominasi Bitcoin akan semakin nyata bila dilihat dari kacamata currency debasement atau pelemahan nilai mata uang fiat.
Bagi investor yang kecewa karena Bitcoin tidak mencetak rekor baru setiap pekan, Hayes mengingatkan bahwa ekspektasi tersebut tidak realistis. Baik pelaku keuangan tradisional maupun investor kripto pada dasarnya sama-sama memahami bahwa pemerintah dan bank sentral akan selalu mencetak uang ketika pertumbuhan ekonomi melambat.
Bedanya, investor tradisional biasanya merespons dengan membeli obligasi menggunakan leverage, sementara investor kripto memilih Bitcoin sebagai “kuda yang lebih cepat.”
Kesimpulannya, menurut Hayes, kunci keuntungan justru ada pada kesabaran. Kekuatan utama Bitcoin bukan pada spekulasi jangka pendek, melainkan pada kinerja jangka panjang yang terus mengungguli aset lain. Dengan kombinasi tren pencetakan uang yang tak terelakkan hingga akhir dekade ini, Hayes optimistis siklus bullish kripto saat ini masih bisa berlanjut hingga 2026 dan belum mendekati titik akhir.
Baca juga: Indonesia Masuk 7 Besar Adopsi Kripto Global 2025