Setoran Pajak Kripto RI Tembus Rp1,76 Triliun hingga Oktober 2025
10th December, 2025
Penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital terus meningkat sepanjang tahun ini. Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hingga 31 Oktober 2025 mencatat total setoran mencapai Rp43,75 triliun. Dari jumlah tersebut, aset kripto berkontribusi Rp1,76 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menuturkan bahwa kontribusi pajak kripto tersebut tercatat dari empat tahun pelaporan. Pada 2022 sebesar Rp246,45 miliar. Tahun 2023 turun menjadi Rp220,83 miliar. Tahun 2024 meningkat menjadi Rp620,4 miliar. Sepanjang Januari hingga Oktober 2025 tercatat Rp675,6 miliar. Total penerimaan tersebut terdiri dari PPh 22 senilai Rp889,52 miliar dan PPN dalam negeri sebesar Rp873,76 miliar.
“Realisasi Rp43,75 triliun menegaskan bahwa ekonomi digital telah menjadi salah satu motor penting penerimaan negara,” kata Rosmauli dalam keterangan resmi pada Kamis (4/12/2025).
Secara keseluruhan, mayoritas penerimaan pajak ekonomi digital berasal dari PPN PMSE yang mencapai Rp33,88 triliun. Diikuti setoran pajak fintech Rp4,19 triliun. Adapun yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) Rp3,92 triliun. Pemerintah menekankan komitmen untuk terus menyempurnakan pemajakan ekonomi digital agar lebih adil dan sederhana.
Sebelumnya, pemerintah juga melaporkan penerimaan pajak kripto mencapai Rp1,71 triliun hingga September 2025. Angka ini menunjukkan tren kenaikan sejak pajak kripto pertama kali diberlakukan pada 2022.
Baca juga: Aset Kripto Sumbang Pajak Nasional Rp1,71 Triliun Hingga September 2025
Perubahan Pajak Kripto Nasional
Mulai 1 Agustus 2025, pemerintah menerapkan perubahan besar dalam skema perpajakan aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 yang mengatur PPN dan PPh atas transaksi aset kripto.
Dalam aturan baru ini, PPN atas transaksi kripto resmi dihapus. Sebagai gantinya, tarif PPh atas penghasilan dari transaksi kripto dinaikkan dan akan berlaku penuh pada tahun pajak 2026.
PMK 50/2025 menetapkan bahwa seluruh pihak yang memperoleh penghasilan dari aktivitas kripto dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,21%. Tarif ini berlaku bagi penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, hingga penambang aset kripto.
Angka tersebut lebih dari dua kali lipat dibanding ketentuan sebelumnya di PMK 68/2022 yang menetapkan tarif 0,1% untuk transaksi di platform berizin Bappebti.
Kebijakan ini merupakan bagian dari transisi status aset kripto di Indonesia yang semula dikategorikan sebagai komoditas dan kini bergerak menuju instrumen keuangan digital. Pergeseran ini sejalan dengan perpindahan kewenangan pengawasan dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan pada Januari 2025.
Baca juga: Aturan Baru Pajak Kripto RI Berlaku Agustus 2025, Ini Rinciannya