Analis Kupas Dampak Regulasi Stablecoin GENIUS Act di AS
28th July, 2025
Regulasi baru di Amerika Serikat, Guiding and Establishing National Innovation for US Stablecoins atau GENIUS Act, diprediksi akan mengubah arah industri stablecoin secara mendasar. Kebijakan ini mendorong penerbit stablecoin untuk meninggalkan model berbasis imbal hasil dan beralih ke fungsi pembayaran yang lebih praktis dan sesuai regulasi.
Mengutip laporan Cointelegraph pada Minggu (27/7/2025), Chief Investment Officer Sygnum, Fabian Dori, menjelaskan bahwa revisi UU GENIUS secara tegas memisahkan stablecoin berbunga dari stablecoin yang dirancang untuk pembayaran.
“Revisi terbaru dari UU GENIUS secara eksplisit memisahkan stablecoin yang menawarkan bunga atau imbal hasil dengan yang difokuskan untuk pembayaran,” ujar Dori.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini membuat kerangka regulasi AS semakin selaras dengan pendekatan Uni Eropa melalui regulasi Markets in Crypto-Assets (MiCA), yang berpotensi menjadi fondasi menuju kesepakatan global di sektor ini.
“Dengan kejelasan hukum yang selama ini ditunggu-tunggu, regulasi ini memberi kepercayaan bagi organisasi dan penerbit untuk membangun killer apps yang orisinal, bukan hanya memenuhi kebutuhan saat ini, tapi juga menciptakan permintaan baru, termasuk layanan pembayaran digital,” jelasnya.
Adapun meski arah regulasi sudah lebih jelas, Dori menekankan bahwa keberhasilan stablecoin tetap sangat bergantung pada adopsi pengguna.
“Yang menentukan bukanlah fintech, tapi adopsi dari konsumen itu sendiri,” ujar Dori. Menurutnya, platform yang ramah pengguna akan menjadi kunci dalam mempercepat integrasi stablecoin ke sistem ekonomi sehari-hari.
Optimisme ini mulai terlihat dari kesiapan para pemain besar. Mastercard dan PayPal telah membangun sistem penggunaan stablecoin yang sesuai regulasi, sementara Amazon dan Walmart mulai mengeksplorasi aplikasi stablecoin untuk penggajian dan pembayaran lintas negara.
Baca juga: Mastercard Gandeng MoonPay, Buka Akses Pembayaran Stablecoin di 150 Juta Merchant Dunia
Stablecoin Bukan Lagi Instrumen Investasi
Bagi investor yang tetap mencari return finansial, Dori menyarankan beralih ke tokenized money market fund, yakni dana pasar uang yang ditokenisasi dan didukung oleh obligasi pemerintah AS. Produk ini menawarkan imbal hasil 4–5% dengan likuiditas harian, tanpa mencampuradukkan fungsi investasi dan utilitas.
Langkah ini juga didukung oleh institusi keuangan besar seperti Goldman Sachs dan BNY Mellon, yang telah meluncurkan dana pasar uang dalam bentuk token.
Dengan adanya pembatasan terhadap stablecoin berbunga, para penerbit kini mengalihkan fokus ke fitur-fitur seperti penyelesaian transaksi secara real-time, biaya rendah, dan kapabilitas program yang dapat diintegrasikan langsung ke dalam sistem pembayaran atau platform perdagangan.
“Sekarang utilitas lebih penting daripada imbal hasil,” ujar Jason Lau, Chief Innovation Officer OKX.
Ia menilai bahwa dalam industri yang semakin kompetitif, penerbit stablecoin akan terus mencari model bisnis inovatif untuk memperluas adopsi dan membuka peluang kasus penggunaan baru.
Lau juga menyebut bahwa efisiensi transaksi dan kemudahan pembayaran lintas negara menjadi keunggulan utama stablecoin. Minat dari raksasa pembayaran seperti PayPal dan Stripe, menurutnya, baru merupakan awal dari potensi pasar yang jauh lebih besar.
Ia menambahkan, kejelasan regulasi ini bisa menjadi peluang besar bagi protokol DeFi, mengingat stablecoin telah menjadi pondasi utama aktivitas di dunia on-chain.
“Ke depan akan ada fokus pada synthetic yield dan token tata kelola, tapi justru peluang terbesar adalah menciptakan kasus penggunaan baru yang relevan dan menarik, agar stablecoin semakin dibutuhkan,” ujarnya.
Baca juga: DPR AS Sahkan Tiga RUU Kripto, Ini Dampaknya